Pendidikan Multikultural yang Terabaikan
Oleh : Husnil Kirom (Mahasiswa Teknologi Pendidikan PPs Unsri)
Disaat sekat-sekat primordialisme diangkat orang ke permukaan hingga meruncing menjadi konflik antarsesama secara horizontal, sejatinya kita telah kembali ke budaya masyarakat purba yang menabukan perbedaan. Realitas yang muncul bukanlah “kemauan politik” untuk melihat perbedaan sebagai sebuah kekayaan budaya, melainkan lebih pada upaya untuk membangun sentimen-sentimen etnisitas berbasis chauvinisme dan egoisme sempit. Realitas semacam itu diperparah dengan sikap fanatisme dan taklid membabi buta. Akibatnya, struktur sosial-budaya masyarakat kita yang demikian beragam menjadi sangat rentan terhadap konflik berbau SARA.
Sejarah kita telah mencatat banyaknya kasus kekerasan yang dipicu oleh perbedaan. Tak hanya perbedaan yang kasat mata, tetapi juga perbedaan dalam ranah ideologi dan pemikiran. Ibarat kerikil dalam sepatu, mereka yang tidak sepaham dan sependapat dianggap sebagai penghambat yang mesti disingkirkan.
Kalau kita mau jujur, sesungguhnya perbedaan itu mustahil bisa diseragamkan. Secara fisik, setiap orang dilahirkan dalam kondisi yang berbeda. Demikian juga dalam ranah ideologi dan pemikiran. Dengan kekhasan cara pandang dan alur berpikir yang ada dalam dirinya, setiap orang akan tampil secara utuh sesuai dengan kekhasan dirinya. Kalau mereka diseragamkan, yang terjadi kemudian adalah sebuah proses anomali; tidak nyaman dan tidak kondusif dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Kita sungguh prihatin menyaksikan meruyaknya kasus kekerasan yang secara beruntun membuat wajah kebhinekaan
Dalam konteks demikian, sudah saatnya dunia pendidikan kita mengambil peran sebagai institusi yang dengan amat sadar menjadikan pendidikan multikultural sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam dinamika dunia pendidikan. Implementasinya bisa diintegrasikan ke dalam proses pembelajaran lintasmata pelajaran, sehingga tidak perlu dijadikan sebagai mata pelajaran tersendiri.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang wajib dilaksanakan oleh semua satuan pendidikan di berbagai jenjang pendidikan mulai tahun 2009/2010 –berdasarkan Permendiknas No. 24/2006—perlu dikembangkan dan dijabarkan lebih jauh hingga menyentuh ranah pendidikan multikultural. Guru yang menjadi “aktor” pembelajaran perlu melakukan pemetaan ulang terhadap standar isi kurikulum sehingga bisa diketahui dengan jelas Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) masa saja yang bisa disisipi pesan-pesan pendidikan multikultural.
Ibarat sebuah mozaik,
Selamat membaca …
Tidak ada komentar:
Posting Komentar