Sabtu, 31 Oktober 2009

LANDASAN PSIKOLOGI PENGEMBANGAN KURIKULUM

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN KOGNITIF JEAN PIAGET DAN PSIKOLOGI BELAJAR GESTALT SEBAGAI SALAH SATU LANDASAN DALAM MENGEMBANGKAN KURIKULUM YANG IDEA

Oleh : Husnil Kirom


Pendahuluan
Dalam proses pengembangan sebuah kurikulum banyak hal yang perlu diperhatikan, diantaranya landasan dalam pengembangannya. Landasan pengembangan kurikulum diantaranya, landasan fisiologis, landasan psikologis, landasan sosial dan budaya, maupun landasan filosofis pengembangan kurikulum. Dari sekian landasan tadi, saya mencoba mengembangkan dan memaparkan landasan psikologis dalam pengembangan suatu kurikulum.
Kurikulum sebagai suatu program dan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, mempunyai hubungan dengan proses perubahan perilaku peserta didik. Dalam hal ini kurikulum merupakan suatu program pendidikan yang berfungsi sebagai alat untuk mengubah perilaku peserta didik (peserta didik) ke arah yang diharapkan oleh pendidikan. Oleh sebab itu, proses pengembangan kurikulum perlu memperhatikan asumsi–asumsi yang bersumber dalam bidang kajian psikologi.
Landasan psikologis pengembangan kurikulum menuntut kurikulum untuk memperhatikan dan mempertimbangkan aspek peserta didik dalam pelaksanaan kurikulum sehingga nantinya pada saat pelaksanaan kurikulum apa yang menjadi tujuan kurikulum akan tercapai secara optimal. Sehingga unsur psikologis dalam pengembangan kurikulum mutlak perlu diperhatikan.
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam.
Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.
Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan teknologi..Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas keempat landasan tersebut.
Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif mencakup perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional.Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri. Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti : politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsure-unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.
Pembatasan masalah dalam makalah ini adalah bagaimanakah unsur psikologis mempengaruhi proses pengembangan kurikulum dan Mengapa psikologi perkembangan kognitif Jean Piaget dan psikologi belajar Gestalt perlu diperhatikan dalam mengembangkan kurikulum yang ideal?
Sehingga tujuan dari pembuatan makalah yaitu untuk mengetahui psikologi perkembangan kognitif Jean Piaget dan psikologi belajar Gestalt sebagai salah satu landasan dalam mengembangkan kurikulum yang ideal dapat tercapai. Adapun untuk lebih jelas lagi diuraikan dalam pembahasan.



Pembahasan
Landasan Psikologis dalam Pengembangan Kurikulum
Psikologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan lingkungan. Psikologi juga diartikan sebagai suatu ilmu yang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya pada perilaku, ilmu pengetahuan tentang gejala dan kegiatan jiwa. Anak adalah individu yang sedang berada dalam proses perkembangan (fisik, intelektual, sosial emosional, moral, dan sebagainya). Tugas utama seorang guru sebagai pendidik adalah membantu untuk mengoptimalkan perkembangan peserta didiknya berdasarkan tugas–tugas perkembangannya.
Dengan menerapkan landasan psikologi dalam proses pengembangan kurikulum diharapkan dapat diupayakan pendidikan yang dilaksanakan relevan dengan hakikat peserta didik, baik penyesuaian dari segi materi/bahan yang harus diberikan/dipelajari peserta didik, maupun dari segi penyampaian dan proses belajar serta penyesuaian dari unsur–unsur upaya pendidikan lainnya.
Pada dasarnya terdapat dua cabang ilmu psikologi yang berkaitan erat dalam proses pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum.
Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
Karakteristik perilaku tiap individu pada tiap tingkat perkembangan merupakan kajian yang terdapat dalam cabang psikologi perkembangan. Oleh sebab itu, dalam pengembangan kurikulum yang senantiasa berhubungan dengan program pendidikan untuk kepentingan peserta didik, maka landasan psikologi mutlak harus dijadikan dasar dalam proses pengembangan kurikulum. Perkembangan yang dialami oleh peserta didik pada umumnya diperoleh melalui proses belajar. Guru sebagai pendidik harus mengupayakan cara atau metode yang lebih baik untuk melaksanakan proses pembelajaran guna mendapatkan hasil yang optimal, dalam hal ini proses pembelajaran mutlak diperlukan pemikiran yang mendalam dengan memperhatikan psikologi belajar.
Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam hal penentuan isi kurikulum yang diberikan atau dipelajari peserta didik, baik tingkat kedalaman dan keluasan materi, tingkat kesulitan dan kelayakannya serta manfaatnya yang disesuaikan dengan tahap dan tugas perkembangan peserta didik. Sementara psikologi belajar memberikan sumbangan terhadap pengembangan kurikulum terutama berkenaan dengan bagaimana kurikulum itu diberikan kepada peserta didik dan bagaimana peserta didik harus mempelajarinya, berarti berkenaan dengan strategi pelaksanaan kurikulum.
Perkembangan anak, baik fisik, emosional, sosial dan mental intelektual merupakan faktor yang penting dalam pengembangan kurikulum. Hal ini berdasarkan berbagai hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa :
a. Anak berkembang melalui tahap-tahap tertentu, yaitu masa bayi, kanak-kanak permulaan, kanak-kanak lanjutan, remaja, dewasa, dan tua. Pada tiap tahap anak menunjukkan sifat dan kebutuhan tertentu.
b. Kecepatan perkembangan itu tidak merata. Ada saat-saat cepat atau akkselerasi, masa tenang, serta masa lambat dalam perkembangannya. Terdapat hubungan antara perkembangan aspek satu dengan yang lain. Perkembangan fisik yang cepat mempengaruhi aspek sosial dan emosional anak itu sendiri.
c. Ada perbedaan pola perkembangan antara anak-anak. Ada anak yang pada awalnya lamban belajar atau tidak dapat mengikuti pelajaran, akan tetapi pada usia yang lebih lanjut seakan-akan menunjukkan prestasi yang luar biasa. Memaksa anak mempelajari sesuatu sebelum saat kematangan hanya akan menimbulkan frustasi saja.
d. Adanya pola umum dalam perkembangan anak memungkinkan pengembangan kurikulum untuk memperkirakan bahan apa yang akan sesuai kepada kelompok umur tertentu.
Mengenai perkembangan anak dipersoalkan, apakah perbedaan pada anak disebabkan oleh faktor genetis atau pembawaan dan faktor lingkungan. Pengetahuan tentang perkembangan anak masih kurang jelas ppenerapannya dalam kurikulum walaupun sudah menjadi pokok pertimbangan. Salah satu penyebabnya bahwa penelitian sering hanya meliputi salah satu aspek, misalnya aspek jasmani, intelegensi, dan sebagainya. Kesulitan bagi pengembang kurikulum ialah melihat perkembangan anak sebagai keseluruhan yang bulat.
Tiap anak berbeda dengan anak lain. Untuk mendapat gambaran yang jelas tentang perbedaan itu dalam pengajaran, perlu diperhatikan hal-hal berikut :
1) walaupun tiap anak unik, persamaan antara manusia lebih besar daripada perbedaannya;
2) namun demikian perbedaan itu lebih besar daripada uang diduga si pendidik;
3) perbedaan itu sebagian besar bersifat kuantitatif bukan kaulitatif, misalnya semua anak mempunyai intelegensi akan tetapi tarafnya berbeda-beda;
4) kesanggupan yang luar biasa pada umumnya bukanlah akibat kompensasi, yakni ditimbulkan oleh kekurangan di bidang lain;
5) perbedaan individual tidak hanya dalam bidang integensi, akan tetapi juga dalam bidang emosional, sosial, fisik, sikap dan lain-lainyang harus dipertimbangkan dalam pendidikan; dan
6) sifat-sifat seseorang harus ditinjau dalam rangka keseluruhan pribadinya.
Menyesuaikan kurikulum dan ppengajaran dengan perbedaan individual adalah usaha yang memerlukan pemikiran, kreativitas, pengertian,serta hasrat untuk memberikan yang sebaik-baiknya kepada tiap anak. Selain itu, perlu usaha mengenal anak secara individual.
(a) Kebutuhan Anak
Kurikulum harus mempertimbangkan kebutuhan anak. Ada kurikulum yang secara ekstrem mendasarkan kurikulum semata-mata pada kebutuhan anak yang disebut child-centered curriculum. Ditinjau dari segi psikologis-didaktis banyak kebaikannya. Pelajaran didasarkan atas minat anak dan turut serta merencanakan apa yang ingin dipelajarinya.
(b) Kebutuhan Jasmaniah
Setiap anak ingin bergerak dan menggunakan badannya. Anak-anak suka berlari, melompat, memanjat, dan melakukan aktivitas jasmaniah. Kebutuhan ini dipenuhi dengan memberikan pendidikan jasmani. Disamping pendidikan jasmani harus diusahakan adanya keseimbangan antara bekerja dengan istirahat dan lain sebagainya.
(c) Kebutuhan Pribadi
Anak-anak mempunyai dorongan untuk memuaskan keinginan untuk mengetahui sesuatu, untuk menyatakan pikiran dan perasaannya dengan jalan bahasa, pekerjaan, lukisan, seni suara atau gerak. Mereka ingin menguasai suatu keterampilan, merasai kepuasan atas hasil atau sukses yang mereka capai. Saat ini sekolah berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu dengan memberi kebebasan bergerak, bekerja, mengadakan percobaan-percobaan dan melakukan tugas-tugas lainnya.
(d) Kebutuhan Sosial
Membimbing anak agar menjadi makhluk sosial adalah suatu fungsi sekolah yang penting. Pada kurikulum modern memberi kesempatan kepada siswa lebih banyak kebebasan bekerjasama dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Para siswa diajak berunding untuk menentukan apa yang akan dipelajari dan bagaimana langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut? Dalam hal ini pendapat setiap anak dihargai dan dipertimbangkan.

1. Psikologi Perkembangan Kognitif Jean Piaget
Jean Piaget adalah seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan. Menurut Piaget, kecerdasan seseorang berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata atau skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan. Saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental.
Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme bukan ke dalam teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan). Teori Perkembangan Kognitif ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan.
Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia, yakni:
1. Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:
a) Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
b) Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
c) Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
d) Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
e) Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.
2. Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
1) Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran Pra Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek.
2) Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah yang bentuknya berbeda-beda.
3) Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.
3. Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
1) Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
(a) Pengurutan yaitu kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
(b) Klasifikasi yaitu kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
(c) Decentering yaitu anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
(d) Reversibility yaitu anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
(e) Konservasi yaitu memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
(f) Penghilangan sifat egosentrisme yaitu kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah. Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan.

4. Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
1) Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.
2) Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada ”gradasi abu-abu” di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas, menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial.
3) Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.

Jean Piaget menguraikan pentingnya berbagai faktor internal seseorang, seperti tingkat kematangan berpikir, pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, konsep diri, dan keyakinan dalam proses belajar. Selain itu, berbagai faktor internal tersebut mengindikasikan kehidupan psikologis seseorang serta bagaimana di mengembangkan struktur dan strategi kognitif dan emosinya. Sebagai contoh, perkembangan kognitif manusia sesuai urutan atau sequence tertentu. Kemampuan berpikir pada satu tahapan yang lebih tinggi merupakan perkembangan dari tahapan-tahapan sebelumnya. Pada tahapan yang lebih tinggi seseorang lebih mampu berpikir terorganisasi dan abstrak. Piaget menyebutnya sebagai kemampuan untuk mengembangkan skema berpikir atau building blocks of thinking.
Menurut Piaget proses berpikir melibatkan dua jenis proses yang saling berhubungan yaitu organizing dan adapting. Mengorganisasikan pengetahuan yang dilakukan oleh seseorang adalah membedakan informasi penting dari yang tidak penting atau konsep utama dengan jabarannya serta melihat saling keterkaitan antara satu konsep dengan konsep yang lain. Disamping itu juga seseorang akan melakukan proses adaptasi ketika belajar yaitu melalui asimilasi dengan mengaitkan pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki. Lalu, proses akomodasi terhadap pengetahuan baru dengan sedikit banyak mengubah struktur kognitif yang telah dimiliki.
Landasan psikologis dalam pendidikan secara umum mencakup tentang perkembangan dan kesiapan belajar anak didik. Hal ini telah melahirkan konsep pendidikan sendiri, salah satunya ialah teori konstruktivistik yang mengilhami teori perkembangan kognitif anak dari Jean Piaget. Teori perkembangan kognitif sendiri berorientasi pada perlakuan individual didasarkan pada tingkat perkembangan anak, motivasi belajarnya bersifat instrinsik melalui pengetahuan yang telah dimiliki, menggunakan kurikulum dan metodologi yang mengembangkan keterampilan dasar berpikir juga bahan ajarnya, memusatkan diri pada pengembangan kemampuan secara keseluruhan, bentuk pengelolaannya berpusat pada anak dan guru hanya sebagai pembimbing, program pembelajaran disusun dlam bentuk pengetahuan yang terpadu dan hierarkis serta partisifasi siswa sangat dituntut untuk pengembangan kemampuan belajar dan berpikir sambil menemukan sendiri.
Selanjutnya, mengutip dari apa yang diutarakan oleh Jean Piaget dalam Hergenhahn (2008:324-325) bahwa pengalaman pendidikan harus dibangun di seputar struktur kognitif pembelajar. Anak-anak berusia sama dan dari kultur yang sama cenderung memiliki struktur kognitif yang sama tetapi adalah mungkin bagi mereka untuk struktur kognitif yang berbeda dan karenanya membutuhkan jenis materi belajar yang berbeda pula. Masih menurut Piaget bahwa proses perkembangan seorang individu dalam hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan dan berlangsung terus menerus. Melalui berinteraksi tersebut, seseorang akan memperoleh skema. Skema berupa kategori pengetahuan yang membantu dalam menginterpretasi dan memahami dunia. Skema juga menggambarkan tindakan baik secara mental maupun fisik yang terlibat dalam memahami atau mengetahui sesuatu. Sehingga dalam pandangan Piaget, skema mencakup baik kategori pengetahuan maupun proses perolehan pengetahuan itu.
Seiring dengan pengalamannya mengeksplorasi lingkungan, informasi yang baru didapatnya digunakan untuk memodifikasi, menambah, atau mengganti skema yang sebelumnya ada. Sebagai contoh, seorang anak mungkin memiliki skema tentang sejenis binatang, misalnya burung. Bila pengalaman awal anak berkaitan dengan burung kenari, anak kemungkinan beranggapan bahwa semua burung adalah kecil, berwarna kuning, dan mencicit. Suatu saat, mungkin anak melihat seekor burung unta. Anak akan perlu memodifikasi skema yang ia miliki sebelumnya tentang burung untuk memasukkan jenis burung baru.
Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya. Dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan memberinya label ”burung” adalah contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung si anak. Di satu sisi, materi pendidikan yang tidak bisa diasimilasikan ke struktur kognitif anak tidak akan bermakna bagi si anak. Jika, di sisi lain materi bisa diasimilasi secara komplet, tidak akan ada proses belajar yang terjadi. Agar belajar terjadi, materi perlu sebagian sudah diketahui dan sebelum belum. Bagian yang sudah diketahui dan bagian yang belum diketahui akan menimbulkan modifikasi dalam struktur kognitif anak. Modifikasi ini disebut akomodasi yang dapat disamakan dengan belajar.
Jadi, menurut Piaget pendidikan yang optimal membutuhkan pengalaman yang menantang bagi si pembelajar sehingga proses asimilasi dan akomodasi dapat menghasilkan pertumbuhan intelektual. Untuk menciptakan jenis pengalaman ini, guru harus tahu level fungsi struktur kognitif siswa. Kesimpulannya dengan menyadari bahwa kemampuan untuk mengasimilasi akan bervariasi dari satu anak ke anak yang lain dan materi pendidikan harus disesuaikan dengan struktur kognitif siswa.
Anak dilahirkan dengan beberapa skemata sensorimotor yang memberi kerangka bagi interaksi awal mereka dengan lingkungannya. Pengalaman awal si anak akan ditentukan oleh skemata sensorimotor ini. Dengan kata lain, hanya kejadian yang dapat diasimilasikan ke skemata itulah yang dapat direspons oleh si anak dan karenanya kejadian itu akan menentukan batasan pengalaman anak. Tetapi melalui pengalaman, skemata awal ini dimodifikasi. Setiap pengalaman mengandung elemen unik yang harus diakomodasi oleh struktur kognitif anak. Melalui interaksi dengan lingkungan, struktur kognitif akan berubah dan memungkinkan perkembangan pengalaman terus menerus.
Istilah intelegensi atau kecerdasan dipakai oleh Piaget untuk mendeskripsikan semua aktivitas adaptif. Perilaku anak yang memegang mainan adalah sama cerdasnya dengan perilaku anak yang lebih tua dalam memecahkan masalah. Perbedaannya adalah dalam struktur kognitif yang tersedia bagi setiap anak. Tindakan yang cerdas selalu cebderung menciptakan keseimbangan antara orgnanisme dengan lingkungannya dalam situasi saat itu. Dorongan ke arah keseimbangan ini dinamakan ekuilibrasi.
Meskipun perkembangan intelektual adalah berkelanjutan selama masa kanak-kanak, Piaget memilih untuk menyusun tahap perkembangan intelektual. Piaget mendeskripsikan empat tahap utama, yaitu sensorimotor, pra-operasional, operasi konkret, operasi formal. Teori Piaget memberi efek signifikan pada praktik pendidikan. Banyaknya pendidik berusaha untuk merumuskan kebijakan spesifik berdasarkan teori Piaget. Kontribusinya adalah telah mengidentifikasi dua tipe belajar. Dimana keduanya adalah asimilasi dan akomodasi diartikan sebagai proses belajar, keduanya melibatkan akuisisi dan penyimpanan informasi
Anak sejak dilahirkan sudah memperlihatkan keunikan–keunikan yang berbeda satu sama lainnya, seperti pernyataan dirinya dalam bentuk tangisan dan gerakan–gerakan tubuhnya. Hal ini menggambarkan bahwa sejak lahir anak telah memiliki potensi untuk berkembang. Di dalam psikologi perkembangan terdapat banyak pandangan ahli berkenaan dengan perkembangan individu pada tiap–tiap fase perkembangan.
Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan dan persamaannya. Implikasi dari hal tersebut terhadap pengembangan kurikulum, yaitu tiap-tiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhannya. Selain itu, disediakan pembelajaran yang bersifat umum (program inti) yang harus dipelajari peserta didik di sekolah. Disediakan pula pembelajaran pilihan sesuai minat dan bakat anak. Kurikulum selain menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik. Selanjutnya, kurikulum memuat tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai dan sikap, serta ketrampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan bathin.
Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak sebagai peserta didik terhadap proses pembelajaran (actual curriculum) dapat diuraikan sebagai berikut:
1) tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat pada perubahan tingkah laku anak didik;
2) bahan/materi pembelajaran yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan perhatian anak, bahan tersebut mudah diterima oleh anak;
3) strategi pembelajaran yang digunakan harus sesuai dengan tahap perkembangan anak;
4) media yang digunakan selalu menarik perhatian dan minat anak didik; dan
5) sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan berkesinambungan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan dilaksanakan secara terus-menerus.

2. Psikologi Belajar Gestalt
Salah satu penganut aliran Gestalt adalah Wolfgang Kohler. Karya paling signifikan tentang belajar muncul antara 1913 dan 1917 di University of Berlin Anthropoid Station di Tenerife. Psikologi Gestalt terutama tentang teoritis medan magnet yang tertarik pada fenomena perseptual, tidak mengejutkan jika mereka memandang belajar sebagai problem khusus dalam persepsi.
Belajar menurut Gestalis adalah fenomena kognitif. Organisme mulai melihat solusi setelah memikirkan masalah. Pendidik memikirkan semua unsur yang dibutuhkan untuk memecahkan problem dan menempatkannya bersama secacara kognitif dalam satu cara dan kemudian cara lainnya sampai masalah terpecahkan. Belajar merupakan proses diskontinyu. Dalam rangka menguji kebenaran gagasan tentang belajar ini, Kohler menggunakan sejumlah eksperimen kreatif.
Gestaltis berpendapat bahwa problem yang tak selesai akan menimbulkan ambbiguitas atau kestidakseimbangan organisasional dalam pikiran siswa. Siswa yang berhadapan dengan masalah akan berusaha mencari informasi baru atau menata ulang informasi lama sammpai mereka mendapatkan wawasan mendalam tentang solusinya. Kontribusi yang penting dari psikologi Gestalt adalah kritiknya terhadap pendekatan modekular atau atomistik dari behaviorisme S-R. Ditunjukkan bahwa baik itu persepsi maupun belajar dicirikan oleh proses kognitif yang mengorganisasikan pengalaman psikologis. Fokus psikologi Gestalt pada belajar berwawasan juga memberikan pandangan alternatif untuk mengkonseptualisasikan penguatan. Dengan memperhatikan pada kepuasan yang datang dari penemuan atau pemecahan masalah.
Selanjutnya, psikologi belajar merupakan suatu cabang ilmu yang mengkaji bagaimana individu belajar. Belajar dapat diartikan sebagai perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia belajar berasal dari kata ajar yang berarti suatu petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui atau diturut. Segala perubahan perilaku yang trejadi karena proses pengalaman dapat dikategorikan sebagai perilaku belajar. Perubahan yang terjadi secara insting atau terjadi karena secara kebetulan bukan termasuk belajar.
Kunci dalam psikologi belajar Gestalt ialah insight. Belajar ialah mengembangkan insight pada anak dengan melihat hubungan antara unsur-unsur situasi problematis dengan demikian melihat makna baru dalam situasi itu. Belajar bukan sesuatu yang pasif, dalam belajar siswa mempunyai tujuan, mengadakan eksplorasi, menggunakan imajinasi dan bersifat kreatif.
Prinsip-prinsip belajar menurut Gestalt, yaitu :
1. Belajar itu berdasarkan keseluruhan
2. Anak yang belajar merupakan keseluruhan
3. Belajar berkat insight
4. Belajar berdasarkan pengalaman
5. Belajar ialah suatu proses perkembangan
6. Belajar ialah proses yang kontinu
7. Belajar lebih berhasil bila dibandingkan dengan minat keinginan dan tujuan anak.
Teori Gestalt atau field theory mempunyai tujuan yang luas, yakni bukan hanya memberikan pengetahuan tapi juga proses menghadapi dan memecahkan masalah, pengembangan pribadi, dan sikap terhadap dunia. Dalam menentukan bahan pelajaran dopertimbangkan minat dan perkembangan anak, lingkungan masyarakat anak dan bahan dari dari berbagai mata pelajaran. Kurikulum meliputi perkembangan sosial, emosional, dan intelektual. Organisasi bahan pelajaran dan metode mengajar mengutamakan hubungan dan integrasi serta pemahaman. Fakta-fakta atau informasi spesifik diperlukan untuk memperoleh pemahaman itu. Berbeda dengan teori asosiasi, yang banyak memberi peranan “pasif” kepada anak, teori Gestalt ini memandang belajar sebagai proses yang memerlukan aktivitas anak. Karena itu digunakan metode problem-solving dan inquiry-approach. Anak sendiri harus menemukan jawaban masalah, dengan bimbingan serta bantuan guru sejauh diperlukan.
John Dewey yang juga termasuk penganut teori Gestalt, organismik atau teori lapangan kognitif, memandang berpikir sebagai proses reflektif yang pada dasarnya tak berbeda dengan berpikir ilmiah. Dalam cara berpikir ini digabungkan proses induktif, pengumpulan data, dan proses deduktif, mencari, menganalisis, dan menguji hipotesis. Bedanya dengan proses ilmiah ialah, bahwa dalam pemikiran reflektif tidak digunakan laboratorium sehingga dapat digunakan dalam pemecahan segala macam masalah termasukmaslah sosial. Langkah-langkah dalam pemecahan masalah menurut Dewey telah cukup terkenal yaitu, mengenal dan meruumuaskan masalah, merumuskan hipotesis, menyelidiki implikasi hipotesis dengan mengumpulkan data atau pengetahuan, mentes hipotesis dengan menguji implikasi atau konsekuensi hipotesis berdasarrkan data atau pengalaman, mengambil kesimpulan.
Psikologi belajar yang berkembang sampai saat ini, pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi tiga kelas, antara lain :
a. Teori disiplin mental (faculty theory)
Menurut teori ini anak sejak dilahirkan memiliki potensi atau daya tertentu (faculties) yang masing–masing memiliki fungsi tertentu, seperti potensi/daya mengingat, daya berpikir, daya mencurahkan pendapat, daya mengamati, daya memecahkan masalah, dan sejenisnya. Potensi–potensi tersebut dapat dilatih agar dapat berfungsi secara optimal,daya berpikir anak sering dilatih dengan pembelajaran berhitung misalnya, daya mengingat dilatih dengan menghapal sesuatu. Daya yang telah terlatih dipindahkan ke dalam pembentukan lain. Pemindahan (transfer) ini mutlak dilakukan melalui latihan (drill), karena itu pengertian pembelajaran dalam konteks ini melatih anak didik dalam daya-daya itu, cara pembelajaran pada umumnya melalui hafalan dan latihan-latihan.
b. Behaviorisme
Dalam aliran behaviorisme ini, terdapat 3 rumpun teori yang mencakup teori koneksionisme atau asosiasi, teori kondisioning, dan teori operant conditioning (reinforcement). Behaviorisme muncul dari adanya pandangan bahwa individu tidak membawa potensi sejak lahir. Perkembangan individu dipengaruhi oleh lingkungan (keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat. Behaviorisme menganggap bahwa perkembangan individu tidak muncul dari hal yang bersifat mental, perkembangan hanya menyangkut hal yang bersifat nyata yang dapat dilihat dan diamati.
Teori ini kehidupan tunduk pada hukum S-R (stimulus-respon) atau aksi-reaksi. Menurut teori ini, pada dasarnya belajar merupakan hubungan respon–stimulus. Belajar merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus-respon seoptimal mungkin. Tokoh utama teori ini, yaitu Edward L. Thorndike yang memunculkan tiga teori belajar yakni, law of readiness, law of exercise, dan law of effect.
Menurut hukum kesiapan (readiness) hubungan antara stimulus dengan respon akan terbentuk bila ada kesiapan pada system syaraf individu. Hukum latihan/pengulangan (exercise/repetition) stimulus dan respon akan terbentuk apabila sering dilatih atau diulang–ulang. Hukum akibat (effect) menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dan respon akan terjadi apabila ada akibat yang menyenangkan.
c. Kognitifisme
Menurut teori ini keseluruhan lebih bermakna daripada bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai makhluk yang melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan secara keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon. Stimulus yang hadir diseleksi menurut tujuannya, kemudian individu melakukan interaksi dengannya terus-menerus sehingga terjadi suatu proses pembelajaran. Dalam hal ini guru lebih berperan sebagai pembimbing bukan sumber informasi sebagaimana diungkapkan dalam pandangan koneksionisme, peserta didik lebih berperan dalam hal proses pembelajaran, belajar berlangsung berdasarkan pengalaman yaitu kegiatan interaksi antara individu dengan lingkungannya.
Belajar menurut teori ini bukanlah sebatas menghapal tetapi memecahkan masalah, dan metode belajar yang dipakai adalah metode ilmiah dengan cara anak didik dihadapkan pada suatu permasalahan yang cara penyelesaiannya diserahkan kepada masing-masing anak didik yang pada akhirnya peserta didik dibimbing untuk mengambil suatu kesimpulan bersama dari apa yang telah dipelajari.
Prinsip-prinsip maupun penerapan dari organismic/cognitive gestalt field, antara lain :
1) Belajar berdasarkan keseluruhan
Prinsip ini mempunyai pandangan sebagaimana proses pembelajaran terpadu. Pelajaran yang yang diberikan kepada peserta didik bersumber pada suatu masalah atau pkok yang luas yang harus dipecahkan oleh peserta didik, peserta didik mengolah bahan pembelajaran dengan reaksi seluruh pelajaran oleh keseluruhan jiwanya.
2) Belajar adalah pembentukan kepribadian
Anak dipandang sebagai makhluk keseluruhan, anak diimbing untuk mendapat pengetahuan, sikap, dan ketrampilan secara berimbang. Ia dibina untuk menjadi manusia seutuhnya yang memiliki keseimbangan lahir dan batin antara pengetahuan dengan sikapnya. Seluruh kepribadiannya diharapkan utuh melalui program pembelajaran yang terpadu.
3) Belajar berkat pemahaman
Belajar merupakan proses pemahaman. Pemahaman mengandung makna penguasaan pengetahuan, dapat menyelaraskan sikap dan ketrampilannya. Ketrampilan menghubungkan bagian-bagian pengetahuan untuk diperoleh sesuatu kesimpulan merupakan wujud pemahaman.
4) Belajar berdasarkan pengalaman
Proses belajar adalah bekerja, mereaksi, memahami, dan mengalami. Dalam proses pembelajaran peserta didik harus aktif dengan pengolahan bahan pembelajaran melalui diskusi, Tanya jawab, kerja kelompok, demonstrasi, survey lapangan, dan sejenisnya.
5) Belajar adalah proses berkelanjutan
Belajar adalah proses sepanjang masa. Manusia tidak pernah berhenti untuk belajar, hal ini dilakukan karena faktor kebutuhan. Dalam pelaksanaannnya dianjurkan dalam pengembangannya kurikulum tidak hanya terpaku pada proses pembelajaran yang ada tetapi mengembangkan proses pembelajaran yang bersifat ekstra untuk memenuhi kebutuhan peserta didik. Keberhasilan belajar tidak hanya ditentukan oleh kemampuan anak didik tetapi menyangkut minat, perhatian, dan kebutuhannya. Dalam kaitan ini motivasi sangat menentukan dan diperlukan.
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori psikologi yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi merupakan “karakteristik mendasar dari seseorang yang merupakan hubungan kausal dengan referensi kriteria yang efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi“.
Selanjutnya, dikemukakan pula tentang lima tipe kompetensi, yaitu :
1) Motif
Adalah sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan untuk melakukan suatu aksi.
2) Bawaan
Adalah karakteristik fisik yang merespons secara konsisten berbagai situasi atau informasi.
3) Konsep diri
Adalah tingkah laku, nilai atau image seseorang;
4) Pengetahuan
Adalah informasi khusus yang dimiliki seseorang; dan
5) Keterampilan
Adalah kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental.
Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan sumber daya manusia atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan. Pelatihan merupakan hal tepat untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit untuk dikenali dan dikembangkan.
Dalam konteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2002) menyoroti tentang aspek perbedaan dan karakteristik peserta didik, Dikemukakannya, bahwa sedikitnya terdapat lima perbedaan dan karakteristik peserta didik yang perlu diperhatikan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, yaitu : (1) perbedaan tingkat kecerdasan; (2) perbedaan kreativitas; (3) perbedaan cacat fisik; (4) kebutuhan peserta didik; dan (5) pertumbuhan dan perkembangan kognitif.
Nana Syaodih Sukmadinata mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu psikologi perkembangan dan\psikologi belajar.
Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum.
Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.

Kesimpulan
Pengembangan kurikulum yang ada di Indonesia, saat ini telah banyak mengalami perubahan. Banyak hal yang dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum di suatu negara termasuk Indonesia. Diantara landasan pengembangan kurikulum yang perlu dipertimbangkan yaitu landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum.
Dalam pengembangan kurikulum aspek psikologi patut dipertimbangkan, pada proses pelaksanaan kurikulum faktor psikologi dari pebelajar perlu diperhatikan. Psikologi yang dimaksud di sini, terdapat dua aspek psikologi antara lain psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
Psikologi perkembangan kognitif menurut Jean Piaget memandang aspek kesiapan peserta didik dalam proses pelaksanaan kurikulum, beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum perlu memandang dan memperhatikan faktor psikologi perkembangan dari tiap-tiap peserta didik.
Psikologi belajar menurut Gestalt merupakan bagian dari psikologi, yang mengkaji bagaimana seseorang melakukan kegiatan belajar, cara dia menerima suatu rangsang/informasi sehingga terjadi suatu proses belajar. Terdapat tiga bagian dari psikologi belajar, antara lain teori disiplin mental atau faculty theory, behaviorisme, dan cognitive gestalt field.
Nana Syaodih Sukmadinata mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu psikologi perkembangan dan\psikologi belajar.
Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum.
Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.


DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi Bahan Kajian ; Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.

________. 2003. Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif ; Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.

________. 2003. Penilaian Kelas ; Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Puskur Balitbang.

Hamalik, Oemar. 2006. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Hamalik, Oemar. 2006. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

Hergenhahn, B.R. dan Olson, H. Matthew. 2008. Theories of Learning (Teori Belajar). Jakarta : Kencana.
Idi, Abdullah. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.

Idi, Abdullah. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Jakarta : Gaya Media.

Ladjid, Hafni. 2005. Pengembangan Kurikulum Menuju Kurikulum Berbasis Kompetensi. Padang : Ciputat Press Group.

Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Yang Disempurnakan ; Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Bandung : Remaja Rosdakarya.
_________. 2004. Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi ; Panduan Pembelajaran KBK. Bandung : Remaja Rosdakarya.

_________. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Nasution, S. 1995. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta : Bumi Aksara.

Nasution, S. 1999. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

Permendiknas No. 22, 23 dan 24 Tahun 2007.

Pratt, David. 1980. Curriculum Design and Development. New York : Harcourt Brace Jovanovich. Inc.

Santrock, John W. 2008. Psikologi Pendidikan, Edisi Kedua. Jakarta : Kencana.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2009. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Suryosubroto, B. 2005. Tatalaksana Kurikulum. Jakarta : Rineka Cipta.

Tim Pengembang MKDK Kurikulum dan Pembelajaran.2002. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UPI.

Winataputra, Udin. S. dkk. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Universitas Terbuka.

Kamis, 17 September 2009

PENGEMBANGAN KURIKULUM


Beberapa pengertian kurikulum :

1. Dalam www.ppk.kpm.my/definasi.htm
Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang termasuk kurikulum dan kegiatan kokurikulum yang merangkumi semua pengetahuan, kemahiran, norma, nilai, unsure kebudayaan dan kepercayaan untuk membantu perkembangan seseorang murid dengan sepenuhnya dari segi jasmani, rohani, mental dan emosi serta untuk menanam dan mempertingkatkan nilai moral yang diingini dan untuk menyampaikan pengetahuan (Peraturan-peraturan (Kurikulum Kebangsaan) Pendidikan 1997).
2. Dalam www.ktsp.diknas.go.id/download/ktsp_smk/01.ppt
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Undang–Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).
3. Dalam www.kopertis4.or.id
Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi (Pasal 1 Butir 6 Kepmendiknas No.232/U/2000 tentang Pedoman PenyusunanKurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa).
4. Dalam www.ciast.gov.my/backup/malay
Curriculum as, 'All the learning which is planned andguided by the school, whether it is carried on ingroups or individually, inside or outside the school. ways of approaching curriculum theory and practice Curriculum as a body of knowledge to be transmitted; Curriculum as an attempt to achieve certain ends in students – product; dan Curriculum as process (Quoted in Kelly 1983: 10; see also, Kelly 1999).
5. Dalam www.mail-archive.com/ppi@freelists.org/msg29777.html
Kurikulum dapat diklasifikasikan ke dalam empat jenis pengertian yang meliputi: (1) kurikulum sebagai produk; (2) kurikulum sebagai program; (3) kurikulum sebagai hasil yang diinginkan: dan (4) kurikulum sebagai pengalaman belajar bagi peserta didik (Beane dkk 1986).
6. Dalam www.karyanet.com.my/knet/ebook
Kurikulum dalam bahasa Latin mempunyai kata akar ‘curere’. Kata ini bermaksud ‘laluan’ atau ‘jejak’. Secara yang lebih luas pula maksudnya ialah ‘jurusan’ seperti dalam rangkai kata jurusan peperangan’. Perkataan’kurikulum’ dalam bahasa Inggris mengandungi pengertian ‘jelmaan’ atau ‘metamorfosis’. Paduan makna kedua-dua bahasa ini menghasilkan makna bahawa perkataan kurikuluin’ ialah ‘laluan dan satu peringkat ke satu peningkat’. Perluasan makna ini memberikan pengertian ‘kurikulum’ dalam perbendaharaan kata pendidikan bahasa Inggeris sebagai jurusan pengajian yang diikuti di sekolah. (Kliebard, 1982).
7. Dalam www.kopertis4.or.id
Kurikulum adalah suatu perencanaan untuk mendapatkan keluaran (out7 comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran.Perencanaan tersebut disusun secara terstrukturuntuk suatu bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk mengembangkan strategi pembelajaran (Materi di dalam kurikulum harus diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai (Grayson 197).
8. Dalam www.kopertis4.or.id
Kurikulum adalah gagasan pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang terencana dari suatu institusi pendidikan (Harsono 2005).
9. Dalam www.hotnickname.blogspot.com
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pembelajaran serta metode yang digunakan sebagai pedoman menyelenggarakan kegiatan pembelajaran (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 725/Menkes/SK/V/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan di bidang Kesehatan).
10. Dalam www.bsn.or.id/SNI
Kurikulum adalah serangkaian mata ajar dan pengalaman belajar yang mempunyai tujuan tertentu, yang diajarkan dengan cara tertentu dan kemudian dilakukan evaluasi (Badan Standardisasi Nasional SNI 19-7057-2004 tentang Kurikulum pelatihan hiperkes dan keselamatankerja bagi dokter perusahaan).
11. Dalam www.metos2004.250free.com/curriculum/kurikulum.htm
Kurikulum dapat diartikan sebagai pengajian di sekolah dengan mengambil kira kandungan dari masa lampau hingga masa kini. Pembentukan kurikulum menekankan kepetingn dan keperluan masyarakat (John Dewey 1902;5 dalam bukunya The Child and The Curriculum).
12. Dalam www.destalyana.blogspot.com
Kurikulum dapat diartikan keseluruhan pengalaman, yang tak terarah dan terarah, terumpu kepada perkembangan kebolehan individu atau satu siri latihan pengalaman langsung secara sedar digunakan oleh sekolah untuk melengkap dan menyempurnakan pendedahannya. Konsep beliau menekankan kepada pemupukan perkembangan individu melalui segala pengalaman termasuk pengalaman yang dirancangkan oleh sekolah (Frank Bobbit 1918, dalam buku ‘The Curriculum’).

13. Dalam www.depdiknas.go.id/jurnal
Kurikulum sebagai a plan for learning, yakni sesuatu yang direncanakan untuk dipelajari oleh siswa. Sementara itu, pandangan lain mengatakan bahwa kurikulum sebagai dokumen tertulis yang memuat rencana untuk peserta didik selama di sekolah (Hilda Taba ;1962 dalam bukunya "Curriculum Development Theory and Practice).
14. Dalam www.depdiknas.go.id/jurnal/35
Kurikulum bersifat fleksibilitas mengandung dua posisi. Pada posisi pertama berhubungan dengan fleksibilitas sebagai suatu pemikiran kependidikan bagi diklat. Dengan demikian, pada posisi teoritik yang harus dikembangkan dalam kurikulum sebagai rencana. Pengertian kedua yaitu sebagai kaidah pengembang kurikulum. Terdapatnya posisi pengembang ini karena adanya perubahan pada pemikiran kependidikan atau pelatihan (S. H. Hasan (1992:12).
15. Dalam Kamus Webster
Kurikulum adalah :
a. a course esp. a specified fixed course of study, as in a school or college, as one leading to a degre.
b. The whole body of courses offered in an educational institution, or departement there-of the usual sense.

16. Menurut J. Galen Saylor dan William M. Alexander
Kurikulum adalah the sum total of school’s effort to influence learning, whether in the clasroom, on the playground, or out of school.

17. Menurut Harold B. Albertycs
Kurikulum adalah all of the activities that are provied for student by the school.




18. Menurut B. Othanel Smith, W.O. Stanley dan J. Harlan Shores
Kurikulum adalah a sequence of potential experiences set up in the school for the purpose of disciplining children and youth in group ways of thinking and acting.

19. Menurut William B. Ragan
Kurikulum adalah the tendency in recent decades has ben to use the term in a broader sense to refer to the whole life and program of the school.

20. Menurut J. Llyord Trump dan Delmas F. Miller
Kurikulum adalah metode mengajar dan belajar, cara mengevaluasi murid dan seluruh program, perubahan tenaga mengajar, bimbingan dan penyuluhan, supervisi dan administrasi, hal-hal struktural mengenai waktu, jumlah ruangan serta kemungkinan memilih mata pelajaran.

21. Menurut Alice Miel
Kurikulum adalah segala hal yang meliputi keadaan gedung, suasana sekolah, keinginan, keyakinan, pengetahuan dan sikap orang-orang melayani dan dilayani sekolah, yakni anak didik, masyarakat, para pendidik dan personalia, pegawai administrasi dan orang lainnya yang ada hubungan dengan murid-murid.

22. Menurut Edward A. Krug
Kurikulum adalah a curriculum consists of the means used to achieve or carry out given purposes of scholling.

23. Menurut George A. Beaucamp
Kurikulum adalah a curriculum is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school.




24. Menurut Murray Print
Kurikulum meliputi planned learning experiences, offered within an educational institution, represented as a document, and includes experiences resulting from implementing that document.

25. Menurut Robert M. Hutchins
Kurikulum adalah the curriculum should include grammer, reading, thetoric and logic, and mathematic, and addition at the secondary level introduce the great books of the western world.

26. Menurut Romine
Kurikulum adalah interpreted to mean all of the organized, wether in the
classroom or not.


RINGKASAN PERKULIAHAN 1

Perkataan kurikulum berasal dari perkataan Latin yang merujuk kepada ‘laluan dalam sesuatu pertandingan. Berdasarkan kepada konsep tersebut, perkataan kurikulum adalah berkait rapat dengan perkataaan ‘laluan atau laluan-lauan’. Sehingga awal abad ke 20, kurikulum merujuk kepada kandungan dan bahan pembelajaran yang berkembang iaitu ‘apa itu persekolahan’. Ahli progresif dan behaviouris pada lewat abad ke 19 dan abad ke 20 membincangkan tentang kurikulum dengan memasukkan unsur-unsur seperti kepelbagaian, keperluan masyarakatan dan strategi-strategi pengajaran.
Frank Bobbit (1918), dalam buku ‘The Curriculum’ menghuraikan kurikulum sebagai keseluruhan pengalaman, yang tak terarah dan terarah, terumpu kepada perkembangan kebolehan individu atau satu siri latihan pengalaman langsung secara sedar digunakan oleh sekolah untuk melengkap dan menyempurnakan pendedahannya. Konsep beliau menekankan kepada pemupukan perkembangan individu melalui segala pengalaman termasuk pengalaman yang dirancangkan oleh sekolah.
John Dewey (1902,halaman 5) dalam bukunya ‘The Child and The Curriculum’ merujuk istilah kurikulum sebagai “pengajian di sekolah dengan mengambil kira kandungan dari masa lampau hingga masa kini’. Pembentukan kurikulum menekankan kepetingn dan keperluan masyarakat. Beliau selanjutnya menghuraikan konsep ini dalam bukunya ‘Democracy and Education’ (1916, halaman 125). Dewey menyatakan bahawa skema kurikulum harus mengambil kira penyesuaian pembelajaran dengan keperluan sesebuah komuniti; ia harus membuat pilihan dengan niat meningkatkan kehidupan yang dilalui supaya masa depan akan menjadi lebih baik dari masa lampau. Di sini, elemen rekonstruksionism social dapat dikesan dengan melihat kea rah mana keperluan masyarakat diletakkan sebagai objektif utama, tanpa menafikan kepentingan individu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kurikulum yakni urutan pengalaman yang ditetapkan oleh sekolah untuk mendisiplinkan cara berfikir dan bertindak, isi kandungan dan proses formal dan tidak formal yang mana pelajar memperoleh ilmu dan kefahaman, mengembangkan kemahiran dan mengubah sikap serta menghargai dan mempelajari nilai-nilai murni di sekolah, pengalaman pembelajaran yang dirancang dan dibimbing serta hasil pembelajaran yang diinginkan, yang dibentuk secara sistematik dengan pembinaan semula ilmu dan pengalaman di sekolah.

Sumber Rujukan :
Hamalik, Oemar. 2006. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.
Mulyasa. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan ; Pengembangan SK dan KD. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Nasution, S. 2003. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta : Bumi Aksara.
Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran ; Teori dan Praktik Pengembangan KTSP. Jakarta : Kencana.
Sukmadinata, Nana S. 2009. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung : Remaja Rosdakarya.
www.ppk.kpm.my/definasi.htm
www.ktsp.diknas.go.id/download/ktsp_smk/01.ppt
www.kopertis4.or.id
www.ciast.gov.my/backup/malay
www.mail-archive.com/ppi@freelists.org/msg29777.html
www.karyanet.com.my/knet/ebook
www.kopertis4.or.id
www.hotnickname.blogspot.com
www.bsn.or.id/SNI
www.metos2004.250free.com/curriculum/kurikulum.htm
www.destalyana.blogspot.com
www.depdiknas.go.id/jurnal
www.depdiknas.go.id/jurnal/35

Minggu, 13 September 2009

Selasa, 28 Juli 2009

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN TERBARU


Oleh : Husnil Kirom



33 MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF & VARIATIF
Sebagai berikut :
1. Lesson Study
2. Examples Non Examples
3. Picture and Picture
4. Numbered Heads Together
5. Cooperative Script
6. Pembelajaran Berdasarkan Masalah
7. Explicit Instruction (Pengajaran Langsung)
8. Inside – Outside – Circle (Lingkaran kecil – Lingkaran besar)
9. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)
10. Student Facilitator and Explaining
11. Course Review Horay
12. Talking Stick
13. Bertukar Pasangan
14. Snowball Throwing
15. Artikulasi
16. Mind Mapping
17. Student Teams – Achievement Divisions (STAD)
18. Kepala Bernomor Struktur (Modifikasi dari Number Heads)
19. Scramble
20. Word Square
21. Kartu Arisan
22. Concept Sentence
23. Make – A Match (Mencari Pasangan)
24. Take and Give
25. Tebak Kata
26. Metode Diskusi
27. Metode Jigsaw
28. Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation)
29. Metode Inquiry
30. Metode Debat
31. Metode Role Playing
32. Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)
33. Metode Team Games Tournament (TGT)

Keterangan :

1. Lesson Study
Lesson Study adalah suatu metode yang dikembankan di Jepang yang dalam bahasa Jepangnya disebut Jugyokenkyuu. Istilah ‘lesson study’ sendiri diciptakan oleh Makoto Yoshida.
Lesson Study merupakan suatu proses dalam mengembangkan profesionalitas guru-guru di Jepang dengan jalan menyelidiki/ menguji praktik mengajar mereka agar menjadi lebih efektif.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Sejumlah guru bekerjasama dalam suatu kelompok. Kerjasama ini meliputi:
a. Perencanaan.
b. Praktek mengajar.
c. Observasi.
d. Refleksi/ kritikan terhadap pembelajaran.
2. Salah satu guru dalam kelompok tersebut melakukan tahap perencanaan yaitu membuat rencana pembelajaran yang matang dilengkapi dengan dasar-dasar teori yang menunjang.
3. Guru yang telah membuat rencana pembelajaran pada (2) kemudian mengajar di kelas sesungguhnya. Berarti tahap praktek mengajar terlaksana.
4. Guru-guru lain dalam kelompok tersebut mengamati proses pembelajaran sambil mencocokkan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Berarti tahap observasi terlalui.
5. Semua guru dalam kelompok termasuk guru yang telah mengajar kemudian bersama-sama mendiskusikan pengamatan mereka terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Tahap ini merupakan tahap refleksi. Dalam tahap ini juga didiskusikan langkah-langkah perbaikan untuk pembelajaran berikutnya.
6. Hasil pada (5) selanjutnya diimplementasikan pada kelas/ pembelajaran berikutnya dan seterusnya kembali ke (2).
Adapun kelebihan metode ‘lesson study’ sebagai berikut:
1. Dapat diterapkan di setiap bidang mulai seni, bahasa, sampai matematika dan olahraga dan pada setiap tingkatan kelas.
2. Dapat dilaksanakan antar/ lintas sekolah.

2. Examples Non Examples
Examples Non Examples adalah metode belajar yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh dapat dari kasus / gambar yang relevan dengan KD.
Langkah-langkah:
1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP.
3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan / menganalisa gambar.
4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas.
5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
6. Mulai dari komentar / hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.
7. Kesimpulan.
Kebaikan:
1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
Kekurangan:
1. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
2. Memakan waktu yang lama.
3. Picture and Picture
Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Menyajikan materi sebagai pengantar.
3. Guru menunjukkan / memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi.
4. Guru menunjuk / memanggil siswa secara bergantian memasang / mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
5. Guru menanyakan alas an / dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
6. Dari alasan / urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep / materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
7. Kesimpulan / rangkuman.
Kebaikan:
1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
2. Melatih berpikir logis dan sistematis.
Kekurangan:
1. Memakan banyak waktu.
2. Banyak siswa yang pasif.
4. Numbered Heads Together
Numbered Heads Together adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.
Langkah-langkah:
1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya.
4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
6. Kesimpulan.
Kelebihan:
1. Setiap siswa menjadi siap semua.
2. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
3. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Kelemahan:
1. Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
2. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.
5. Cooperative Script
Skrip kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.
Langkah-langkah:
1. Guru membagi siswa untuk berpasangan.
2. Guru membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar menyimak / mengoreksi / menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat / menghapal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, serta lakukan seperti di atas.
6. Kesimpulan guru.
7. Penutup.
Kelebihan:
1. Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan.
2. Setiap siswa mendapat peran.
3. Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.
Kekurangan:
1. Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu.
2. Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi hanya sebatas pada dua orang tersebut).
6. Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Problem Based Instruction (PBI) memusatkan pada masalah kehidupannya yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.
Langkah-langkah:
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
4. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
Kelebihan:
1. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya dengan baik.
2. Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.
3. Dapat memperoleh dari berbagai sumber.
Kekurangan:
1. Untuk siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.
2. Membutuhkan banyak waktu dan dana.
3. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini.
7. Explicit Instruction (Pengajaran Langsung)
Pembelajaran langsung khusus dirancang untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang dapat diajarkan dengan pola selangkah demi selangkah.
Langkah-langkah:
1. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa.
2. Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan.
3. Membimbing pelatihan.
4. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik.
5. Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan.
Kelebihan:
1. Siswa benar-benar dapat menguasai pengetahuannya.
2. Semua siswa aktif / terlibat dalam pembelajaran.
Kekurangan:
1. Memerlukan waktu lama sehingga siswa yang tampil tidak begitu lama.
2. Untuk mata pelajaran tertentu.
8. Inside – Outside – Circle (Lingkaran kecil – Lingkaran besar)
Siswa saling membagi informasi pada saat yang bersamaan, dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur.
Langkah-langkah:
1. Separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil dan menghadap keluar.
2. Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran pertama, menghadap keluar.
3. Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbagi informasi. Pertukaran informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang bersamaan.
4. Kemudian siswa berada di lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa yang berada di lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah jarum jam sehingga masing-masing siswa mendapat pasangan baru.
5. Sekarang giliran siswa berada di lingkaran besar yang membagi informasi. Demikian seterusnya.
Kelebihan:
Mendapatkan informasi yang berbeda pada saat bersamaan.
Kekurangan:
1. Membutuhkan ruang kelas yang besar.
2. Terlalu lama sehingga tidak konsentrasi dan disalahgunakan untuk bergurau.
3. Rumit untuk dilakukan.
9. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)
Pada metode ini siswa dibentuk kelompok untuk memberikan tanggapan terhadap wacana/ kliping.
Langkah-langkah:
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara heterogen.
2. Guru memberikan wacana / kliping sesuai dengan topik pembelajaran.
3. Siswa bekerjasama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana / kliping dan ditulis pada lembar kertas.
4. Mempresentasikan / membacakan hasil kelompok.
5. Guru membuat kesimpulan bersama.
6. Penutup.
Kelebihan:
1. Siswa dapat memberikan tanggapannya secara bebas.
2. Dilatih untuk dapat bekerjasama dan menghargai pendapat orang lain.
Kekurangan:
Pada saat presentasi hanya siswa yang aktif yang tampil.
10. Student Facilitator and Explaining
Siswa / peserta mempresentasikan ide / pendapat pada rekan peserta lainnya.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru mendemonstrasikan / menyajikan materi.
3. Memberikan kesempatan siswa / peserta untuk menjelaskan kepada peserta lainnya baik melalui bagan / peta konsep maupun yang lainnya.
4. Guru menyimpulkan ide / pendapat dari siswa.
5. Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu.
6. Penutup.
Kelebihan:
Siswa diajak untuk dapat menerangkan kepada siswa lain, dapat mengeluarkan ide-ide yang ada di pikirannya sehingga lebih dapat memahami materi tersebut.
Kekurangan:
1. Adanya pendapat yang sama sehingga hanya sebagian saja yang tampil.
2. Banyak siswa yang kurang aktif.
11. Course Review Horay
Suatu metode pembelajaran dengan pengujian pemahaman menggunakan kotak yang diisi dengan nomor untuk menuliskan jawabannya, yang paling dulu mendapatkan tanda benar langsung berteriak horay.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru mendemonstrasikan / menyajikan materi sesuai tpk.
3. Memberikan siswa tanya jawab.
4. Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9 / 16 / 25 sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan selera masing-masing.
5. Guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan guru dan langsung didiskusikan, kalau benar diisi tanda benar (v) dan salah diisi tanda silang (x)
6. Siswa yang sudah mendapat tanda v vertikal atau horisontal, atau diagonal harus segera berteriak horay atau yel-yel lainnya.
7. Nilai siswa dihitung dari jawaban benar dan jumlah horay yang diperoleh.
8. Penutup.
Kelebihan:
1. Pembelajarannya menarik mendorong untuk dapat terjun ke dalamnya.
2. Melatih kerjasama.
Kekurangan:
1. Siswa aktif dan pasif nilainya disamakan.
2. Adanya peluang untuk curang.
12. Talking Stick
Metode pembelajaran dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya.
Langkah-langkah:
1. Guru menyiapkan sebuah tongkat.
2. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi pada pegangannya/ paketnya.
3. Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya guru mempersilahkan siswa untuk menutup bukunya.
4. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberi pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru.
5. Guru memberikan kesimpulan.
6. Evaluasi.
7. Penutup.
Kelebihan:
1. Menguji kesiapan siswa.
2. Melatih membaca dan memahami dengan cepat.
3. Agar lebih giat belajar (belajar dahulu).
Kekurangan:
Membuat siswa senam jantung.
13. Bertukar Pasangan
Siswa berpasangan kemudian bergabung dengan pasangan lain dan bertukar pasangan untuk saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban masing-masing.
Langkah-langkah:
1. Setiap siswa mendapat satu pasangan (guru biasa menunjukkan pasangannya atau siswa menunjukkan pasangannya).
2. Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya.
3. Setelah selesai setiap siswa yang berpasangan bergabung dengan satu pasangan lain.
4. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan, masing-masing pasangan yang baru ini saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka.
5. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula.
Kelebihan:
1. Siswa dilatih untuk dapat bekerjasama, mempertahankan pendapat.
2. Semua siswa terlibat.
Kekurangan:
1. Memerlukan waktu yang lama.
2. Guru tidak dapat mengetahui kemampuan siswa masing-masing.
14. Snowball Throwing
Dibentuk kelompok yang diwakili ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian masing-masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan.
2. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi.
3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.
4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kerja untuk menuliskan pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok.
5. Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama kurang lebih 5 menit.
6. Setelah siswa mendapat satu bola / satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian.
7. Guru memberikan kesimpulan.
8. Evaluasi.
9. Penutup.
Kelebihan:
1. Melatih kesiapan siswa.
2. Saling memberikan pengetahuan.
Kekurangan:
1. Pengetahuan tidak luas hanya berkutat pada pengetahuan sekitar siswa.
2. Tidak efektif.
15. Artikulasi
Siswa membentuk kelompok berpasangan, kemudian seorang menceritakan materi yang disampaikan oleh guru dan yang lain sebagai pendengar setelah itu berganti peran.
Langkah-langkah:
1. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
2. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa.
3. Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang.
4. Suruhlah seorang dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya.
5. Suruh siswa secara bergiliran/ diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya, sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya.
6. Guru mengulangi / menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa.
7. Kesimpulan/ penutup.
Kelebihan:
1. Semua siswa terlibat (mendapat peran).
2. Melatih kesiapan siswa.
3. Melatih daya serap pemahaman dari orang lain.
Kekurangan:
1. Untuk mata pelajaran tertentu.
2. Waktu yang dibutuhkan banyak.
3. Materi yang didapat sedikit.
16. Mind Mapping
Suatu metode pembelajaran yang sangat baik digunakan untuk pengetahuan awal siswa atau untuk menemukan alternatif jawaban.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru mengemukakan konsep/ permasalahan yang akan ditanggapi oleh siswa , sebaiknya permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban.
3. Membentuk kelompok yang anggotanya 2-5 orang.
4. Tiap kelompok menginventarisasi/ mencatat alternatif jawaban hasil diskusi.
5. Tiap kelompok membaca hasil diskusinya dan guru mencatat di papan dan mengelompokkan sesuai kebutuhan guru.
6. Dari data-data di papan siswa diminta membuat kesimpulan atau guru memberi bandingan sesuai konsep yang disediakan guru.
Kelebihan:
1. Dapat mengemukakan pendapat secara bebas.
2. Dapat bekerjasama dengan teman lainnya.
Kekurangan:
1. Hanya siswa yang aktif yang terlibat.
2. Tidak sepenuhnya murid yang belajar.
17. Student Teams – Achievement Divisions (STAD)
Siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggota lain sampai mengerti.
Langkah-langkah:
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll.).
2. Guru menyajikan pelajaran.
3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Anggota yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
4. Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
5. Memberi evaluasi.
6. Penutup.
Kelebihan:
1. Seluruh siswa menjadi lebih siap.
2. Melatih kerjasama dengan baik.
Kekurangan:
1. Anggota kelompok semua mengalami kesulitan.
2. Membedakan siswa.
18. Kepala Bernomor Struktur (Modifikasi dari Number Heads)
Siswa dikelompokkan dengan diberi nomor dan setiap nomor mendapat tugas berbeda dan nantinya dapat bergabung dengan kelompok lain yang bernomor sama untuk bekerjasama.
Langkah-langkah:
1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
2. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomornya terhadap tugas yang berangkai.
3. Jika perlu, guru bisa menyuruh kerjasama antarkelompok, siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini, siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerjasama mereka.
4. Laporan hasil kelompok dan tanggapan dari kelompok yang lain.
5. Kesimpulan.
Kelebihan:
1. Setiap siswa menjadi siap semua.
2. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
3. Dapat bertukar pikiran dengan siswa yang lain.
Kekurangan:
1. Guru tidak mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
2. Waktu yang dibutuhkan banyak.
19. Scramble
Metode pembelajaran dengan membagikan lembar kerja yang diisi siswa.
Langkah-langkah:
1. Guru menyajikan materi sesuai topik.
2. Membagikan lembar kerja dengan jawaban yang diacak susunannya.
Kelebihan:
1. Memudahkan mencari jawab.
2. Mendorong siswa untuk belajar mengerjakan soal tersebut.
Kekurangan:
1. Siswa kurang berpikir kritis.
2. Bisa saja mencontek jawaban teman lain.
20. Word Square
Siswa diberikan lembar kegiatan kemudian menjawab soal dan mengarsir huruf dalam kotak sesuai jawaban.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan materi sesuai kompetensi.
2. Guru membagikan lembar kegiatan sesuai contoh.
3. Siswa disuruh menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai jawaban.
4. Berikan poin setiap jawaban dalam kotak.
Kelebihan:
1. Kegiatan tersebut mendorong pemahaman siswa terhadap materi pelajaran.
2. Melatih untuk berdisiplin.
Kekurangan:
1. Mematikan kreatifitas siswa.
2. Siswa tinggal menerima bahan mentah.
21. Kartu Arisan
Siswa dibentuk kelompok dan setiap jawaban digulung dan dimasukkan ke dalam gelas kemudian siswa yang memegang kartu jawaban menjawab setelah dikocok terlebih dahulu.
Langkah-langkah:
1. Bentuk kelompok orang secara heterogen.
2. Kertas jawaban bagikan pada siswa masing-masing 1 lembar / kartu soal digulung dan dimasukkan ke dalam gelas.
3. Gelas yang telah berisi gulungan soal dikocok, kemudian salah satu yang jatuh diberikan agar dijawab oleh siswa yang memegang kartu jawaban.
4. Apabila jawaban benar maka siswa dipersilakan tepuk tangan atau yel-yel lainnya.
5. Setiap jawaban yang benar diberi poin 1 sebagai nilai kelompok sehingga nilai total kelompok merupakan penjumlahan poin dari para anggotanya.
Kelebihan:
Pembelajaran yang menarik dihubungkan dengan kehidupan nyata.
Kekurangan:
1. Tidak semua terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
2. Nilai tergantung pada individu yang mempengaruhi nilai teman lain.
22. Concept Sentence
Siswa dibentuk kelompok heterogen dan membuat kalimat dengan minimal 4 kata kunci sesuai materi yang disajikan.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan tujuan.
2. Guru menyajikan materi secukupnya.
3. Guru membentuk kelompok yang anggotanya kurang lebih 4 orang secara heterogen.
4. Menyajikan beberapa kata kunci sesuai materi/ tpk yang disajikan.
5. Tiap kelompok disuruh membuat beberapa kalimat dengan menggunakan minimal 4 kata kunci setiap kalimat.
6. Hasil diskusi kelompok didiskusikan lagi secara pleno yang dipandu guru.
7. Kesimpulan.
Kelebihan:
1. Lebih memahami kata kunci dari materi pokok pelajaran.
2. Siswa yang lebih pandai mengajari siswa yang kurang pandai.
Kekurangan:
1. Hanya untuk mata pelajaran tertentu.
2. Untuk yang pasif mengambil jawaban dari temannya.
23. Make – A Match (Mencari Pasangan)
Siswa disuruh untuk mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban / soal sebelum batas waktunya, yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.
Langkah-langkah:
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu.
3. Tiap siswa memikirkan jawaban / soal dari kartu yang dipegang.
4. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban).
5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya. Demikian seterusnya.
7. Kesimpulan.
8. Penutup.
Kelebihan:
Melatih untuk ketelitian, kecermatan dan ketepatan serta kecepatan.
Kekurangan:
Waktu yang cepat, kurang konsentrasi.
24. Take and Give
Siswa diberi kartu untuk dihapal sebentar kemudian mencari pasangan untuk saling menginformasikan, selanjutnya siswa diberi pertanyaan sesuai dengan kartunya.
Langkah-langkah:
1. Siapkan kelas sebagaimana mestinya.
2. Jelaskan materi sesuai topik menit.
3. Untuk memantapkan penguasaan peserta, tiap siswa diberi masing-masing satu kartu untuk dipelajari (dihapal) kurang lebih 5 menit.
4. Semua siswa disuruh berdiri dan mencari pasangan untuk saling menginformasikan materi sesuai kartu masing-masing. Tiap siswa harus mencatat nama pasangannya pada kartu control.
5. Demikian seterusnya sampai tiap peserta dapat saling memberi dan menerima materi masing-masing.
6. Untuk mengevaluasi keberhasilan, berikan siswa pertanyaan yang sesuai dengan kartunya (kartu orang lain).
7. Strategi ini dapat dimodifikasikan sesuai keadaan.
8. Kesimpulan.
Kelebihan:
Dilatih memahami materi dengan waktu yang cepat.
Kekurangan:
Tidak efektif dan terlalu bertele-tele.
25. Tebak Kata
Metode ini menggunakan kartu yaitu kartu ukuran 10 x 10 cm dan diidi ciri-ciri kata lainnya yang mengarah pada jawaban, yang kedua kartu ukuran 5 x 2 cm untuk menulis kata / istilah yang mau ditebak.
Langkah-langkah:
1. Jelaskan materi menit.
2. Suruh siswa berdiri di depan kelas dan berpasangan.
3. Seorang siswa diberi kartu yang berukuran 10 x 10 cm yang nanti dibacakan pada pasangannya. Seorang siswa lainnya diberi kartu berukuran 5 x 2 cm yang isinya tidak boleh dibaca (dilipat) kemudian ditempelkan di dahi atau diselipkan di telinga.
4. Sementara siswa membawa kartu 10 x 10 cm membacakan kata-kata yang tertulis di dalamnya sementara pasangannya menebak apa yang dimaksud pada kartu 10 x 10cm. Jawab yang tepat bila sesuai dengan isi kartu yang ditempel di dahi.
5. Apabila jawabannya tepat (sesuai yang tertulis pada kartu) maka pasangan itu boleh duduk. Bila belum tepat pada waktu yang telah ditetapkan boleh mengarahkan dengan kata-kata lain asal jangan langsung memberi jawabannya.
Kelebihan:
Sangat menarik sehingga setiap siswa ingin mencobanya.
Kekurangan:
Bila siswa tidak menjawab dengan benar maka tidak semua siswa dapat maju karena waktu terbatas.
26. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah suatu cara mengajar yang dicirikan oleh suatu keterikatan pada suatu topik atau pokok pernyataan atau problem dimana para peserta diskusi dengan jujur berusaha untuk mencapai atau memperoleh suatu keputusan atau pendapat yang disepakati bersama.
Diskusi sebagai metode pembelajaran lebih cocok dan diperlukan apabila guru hendak:
a. memanfaatkan berbagai kemampuan yang ada pada siswa
b. memberi kesempatan pada siswa untuk mengeluarkan kemampuannya
c. mendapatkan balikan dari siswa apakah tujuan telah tercapai
d. membantu siswa belajar berpikir secara kritis
e. membantu siswa belajar menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman-teman
f. membantu siswa menyadari dan mampu merumuskan berbagai masalah sendiri maupun dari pelajaran sekolah
g. mengembangkan motivasi untuk belajar lebih lanjut.
Adapun kegiatan guru dalam pelaksanaan metode diskusi sebagai berikut:
a. Guru menetapkan suatu pokok atau problem yang akan didiskusikan atau guru meminta kepada siswa untuk mengemukakan suatu pokok atau problem yang akan didiskusikan.
b. Guru menjelaskan tujuan diskusi.
c. Guru memberikan ceramah dengan diselingi tanya jawab mengenai materi pelajaran yang didiskusikan.
d. Guru mengatur giliran pembicara agar tidak semua siswa serentak berbicara mengeluarkan pendapat.
e. Menjaga suasana kelas dan mengatur setiap pembicara agar seluruh kelas dapat mendengarkan apa yang sedang dikemukakan.
f. Mengatur giliran berbicara agar jangan siswa yang berani dan berambisi menonjolkan diri saja yang menggunakan kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya.
g. Mengatur agar sifat dan isi pembicaraan tidak menyimpang dari pokok/problem.
h. Mencatat hal-hal yang menurut pendapat guru harus segera dikoreksi yang memungkinkan siswa tidak menyadari pendapat yang salah.
i. Selalu berusaha agar diskusi berlangsung antara siswa dengan siswa.
j. Bukan lagi menjadi pembicara utama melainkan menjadi pengatur pembicaraan.
Kegiatan siswa dalam pelaksanaan metode diskusi sebagai berikut:
a. Menelaah topik/pokok masalah yang diajukan oleh guru atau mengusahakan suatu problem dan topik kepada kelas.
b. Ikut aktif memikirkan sendiri atau mencatat data dari buku-buku sumber atau sumber pengetahuan lainnya, agar dapat mengemukakan jawaban pemecahan problem yang diajukan.
c. Mengemukakan pendapat baik pemikiran sendiri maupun yang diperoleh setelah membicarakan bersama-sama teman sebangku atau sekelompok.
d. Mendengar tanggapan reaksi atau tanggapan kelompok lainnya terhadap pendapat yang baru dikemukakan.
e. Mendengarkan dengan teliti dan mencoba memahami pendapat yang dikemukakan oleh siswa atau kelompok lain.
f. Menghormati pendapat teman-teman atau kelompok lainnya walau berbeda pendapat.
g. Mencatat sendiri pokok-pokok pendapat penting yang saling dikemukakan teman baik setuju maupun bertentangan.
h. Menyusun kesimpulan-kesimpulan diskusi dalam bahasa yang baik dan tepat.
i. Ikut menjaga dan memelihara ketertiban diskusi.
j. Tidak bertujuan untuk mencari kemenangan dalam diskusi melainkan berusaha mencari pendapat yang benar yang telah dianalisa dari segala sudut pandang.
Adapun kelebihan metode diskusi sebagai berikut:
a. Mendidik siswa untuk belajar mengemukakan pikiran atau pendapat.
b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh penjelasan-penjelasan dari berbagai sumber data.
c. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati pembaharuan suatu problem bersama-sama.
d. Melatih siswa untuk berdiskusi di bawah asuhan guru.
e. Merangsang siswa untuk ikut mengemukakan pendapat sendiri, menyetujui atau menentang pendapat teman-temannya.
f. Membina suatu perasaan tanggung jawab mengenai suatu pendapat, kesimpulan, atau keputusan yang akan atau telah diambil.
g. Mengembangkan rasa solidaritas/toleransi terhadap pendapat yang bervariasi atau mungkin bertentangan sama sekali.
h. Membina siswa untuk berpikir matang-matang sebelum berbicara.
i. Berdiskusi bukan hanya menuntut pengetahuan, siap dan kefasihan berbicara saja tetapi juga menuntut kemampuan berbicara secara sistematis dan logis.
j. Dengan mendengarkan semua keterangan yang dikemukakan oleh pembicara, pengetahuan dan pandangan siswa mengenai suatu problem akan bertambah luas.
Kelemahan metode diskusi sebagai berikut:
a. Tidak semua topik dapat dijadikan metode diskusi hanya hal-hal yang bersifat problematis saja yang dapat didiskusikan.
b. Diskusi yang mendalam memerlukan banyak waktu.
c. Sulit untuk menentukan batas luas atau kedalaman suatu uraian diskusi.
d. Biasanya tidak semua siswa berani menyatakan pendapat sehingga waktu akan terbuang karena menunggu siswa mengemukakan pendapat.
e. Pembicaraan dalam diskusi mungkin didominasi oleh siswa yang berani dan telah biasa berbicara. Siswa pemalu dan pendiam tidak akan menggunakan kesempatan untuk berbicara.
f. Memungkinkan timbulnya rasa permusuhan antarkelompok atau menganggap kelompoknya sendiri lebih pandai dan serba tahu daripada kelompok lain atau menganggap kelompok lain sebagai saingan, lebih rendah, remeh atau lebih bodoh.
27. Metode Jigsaw
Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggungjawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri dari yang terdiri dari dua atau tiga orang.
Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: a) belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; b) merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing-masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan.
28. Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation)
Metode investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills). Para guru yang menggunakan metode investigasi kelompok umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Adapun deskripsi mengenai langkah-langkah metode investigasi kelompok dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Seleksi topik
Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.
b. Merencanakan kerjasama
Para siswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a) di atas.
c. Implementasi
Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan ketrampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
d. Analisis dan sintesis
Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
e. Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.
f. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.
29. Metode Inquiry
Metode ini menekankan pada penemuan dan pemecahan masalah secara berkelanjutan. Kelebihan metode ini mendorong siswa berpikir secara ilmiah, kreatif, intuitif dan bekerja atas dasar inisiatif sendiri, menumbuhkan sikap objektif, jujur dan terbuka. Kelemahannya memerlukan waktu yang cukup lama, tidak semua materi pelajaran mengandung masalah, memerlukan perencanaan yang teratur dan matang, dan tidak efektif jika terdapat beberapa siswa yang pasif.
30. Metode Debat
Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat orang. Di dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan kepada guru. Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat.
Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan pembelajaran kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas. Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.
31. Metode Role Playing
Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Kelebihan metode Role Playing:
1. Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.
2. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
3. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda.
4. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.
5. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.
32. Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.
Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
Adapun keunggulan metode problem solving sebagai berikut:
a. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
b. Berpikir dan bertindak kreatif.
c. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
d. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
e. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
f. Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
g. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.
Kelemahan metode problem solving sebagai berikut:
a. Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misal terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.
b. Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain.
33. Metode Team Games Tournament (TGT)
Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Ada 5 komponen utama dalam komponen utama dalam TGT yaitu:
1. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
2. Kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
3. Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
4. Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.
5. Team recognize (penghargaan kelompok)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40.

1. Model Pembelajaran Klasikal
2. Model Pembelajaran Individual
3. Model Kooperatif
Keterangan :
1. Model Pembelajaran Klasikal

 Urutan Kegiatan Pembelajaran
 Guru menjelaskan definisi
 Membuktikan rumus
 Memberi contoh
 Memberi soal latihan
2. Model Pembelajaran Individual
Model pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual.
Adapun pembelajaran individual mempunyai beberapa ciri:
 Siswa belajar secara tuntas.
 Setiap unit yang dipelajari memuat tujuan pembelajaran khusus yang jelas.
 Keberhasilan siswa diukur berdasarkan pada sistem yang mutlak.
 Siswa belajar sesuai dengan kecepatannya masing-masing.
Salah satu model pembelajaran individual yang sangat populer adalah modul.
Modul adalah suatu paket pembelajaran yang memuat suatu unit konsep pembelajaran yang dapat dipelajari oleh siswa sendiri.

3. Model Pembelajaran Kooperatif
 Pembelajaran Kooperatif adalah pembelajaran yang mengharuskan siswa untuk bekerja dalam suatu tim untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk tujuan bersama
Kegiatan Pembelajaran
 Kegiatan pra pembelajaran meliputi menyiapkan materi, menentukan skor awal, membagi siswa dalam kelompok berdasarkan skor awal.
 Melaksanakan kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran disesuaikan dengan model kooperatif yang digunakan.
 Menentukan skor peningkatan. Skor peningkatan dapat digunakan untuk memberikan penghargaan kelompok
Beberapa Model Pembelajaran :
 STAD (Student Achievement Division)
 JIGSAW
 TGT (Teams-Game-Tournaments)þ
Keterangan :
STAD
Langkah-langkah Pembelajaran
 Guru menyampaikan materi
 Siswa membetuk kelompok untuk menyelesakan masalah
 Menyerahkan/mempresentasikan hasil kerja kelompok
 Memberi tes/kuis
 Memberikan penghargaan kelompok

JIGSAW
Langkah-langkah Pembelajaran
 Siswa membaca topik ahli dan menetapkan anggota ahli untuk topik tertentu.
 Diskusi grup ahli: Siswa dengan topik ahli yang sama bertemu untuk mendiskusikannya dalam kelompok ahli.
 Laporan kelompok: Siswa ahli kembali ke kelompoknya masing-masing untuk menjelaskan topik yang didiskusikannya kepada anggota kelompoknya
 Tes:Siswa mengerjakan kuis individual yang mencakup semua topik.
 Penghargaan kelompok

TEAM GAME TOURNAMENT
Langkah-langkah Pembelajaran
 Mengajar: Guru menyampaikan materi
 Belajar kelompok: siswa belajar dengan menggunakan lembar kerja dalam kelompok untuk menguasai materi.
 Turnamen: siswa memainkan pertandingan akademik dalam regu yang berkemampuan homogen, masing-masing meja turnamen berisi 3 anggota.
 Penghargaan kelompok: skor kelompok dihitung berdasarkan skor anggota kelompok turnamen, dan kelompok baru diakui bila dapat melampaui kriteria minimal.

PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA
 Pendekatan Konstruktivis
 Pendekatan Pemecahan Masalah Matematika
 Pendekatan Open-Ended
 Pendekatan Realistik

Pendekatan Konstruktivis
 Prinsip Utama: Pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa.
 Guru seharusnya mengetahui pengetahuan awal yang ada pada siswa dan memanfaatkannya untuk menyampaikan materi berikutnya.
 Tujuan membangun pemahaman. Belajar menurut pandangan konstruktivis tidak menekankan untuk memperoleh pengetahuan yang banyak tanpa pemahaman.
 Guru bukan seseorang yang harus selalu diikuti jawabannya. Di dalam kelas konstruktifis para siswa diberdayakan oleh pengetahuannya sendiri. Mereka berbagi strategi penyelesaian, berdiskusi, melakukan penyelidikan untuk menyelesaikan setiap masalah.
Pendekatan Pemecahan Masalah
 Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya.
 Siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta ketrampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin.
 Melalui kegiatan ini aspek-aspek kemampuan matematika menjadi penting seperti penerapan aturan pada masalah yang tidak rutin, penemuan pola, pengeneralisasian, komunikasi matematika, dan lain-lain dapat dikembangkan secara lebih baik.
Empat Fase Penyelesaian Masalah Menurut Polya
 memahami masalah
 merencanakan penyelesaian
 menyelesaikan masalah sesuai rencana
 melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah telah dikerjakan
Ada 3 hal yang perlu dipikirkan yang berkaitan dengan pemecahan masalah
 Pembelajaran melalui pemecahan masalah
 Pembelajaran tentang pemecahan masalah
 Pembelajaran untuk pemecahan masalah.

Soal yang merupakan “masalah”
 Soal rutin biasanya mencakup aplikasi suatu prosedur matematika yang sama atau mirip dengan hal yang baru dipelajari.
 Sedangkan dalam masalah tidak rutin, untuk sampai pada prosedur yang benar diperlukan pemikiran yang lebih mendalam.
Strategi unuk memecahkan msalah
 Strategi Act It Out
 Membuat Gambar atau Diagram
 Menemukan Pola
 Membuat Tabel
 Memperhatikan Semua Kemungkinan Secara Sistematik
 Tebak dan Periksa
 Strategi Kerja Mundur
 Membuat Model
 Menyelesaikan Masalah yang Mirip atau Masalah yang lebih Mudah.
Pendekatan Open-Ended
 Pembelajaran dengan Open Ended biasanya dimulai dengan memberikan problem terbuka kepada siswa.
 Kegiatan pembelajaran harus membawa siswa dalam menjawab permasalahan dengan banyak cara dan mungkin juga banyak jawaban yang benar.
Pendidikan Realistik Matematika (RME)
Menurut Streefland (1991) terdapat lima prinsip utama dalam belajar mengajar yang berdasar pada pengajaran realistik adalah:
 Menggunakan masalah-masalah kontektual.
 Menggunakan model-model, situasi, skema, dan simbol-simbol.
 Membawa siswa dari tingkat informal ke tingkat formal.
 Adanya kegiatan interaktif sebagai karakteristik dari proses pembelajaran matematika.
 Intertwinning(membuat jalinan) antar topik atau antar pokok bahasan.
Beberapa alat peraga matematika
 Alat untuk kekekalan Luas
 Alat untuk kekekalan panjang
 Alat kekekalan volume
 Alat untuk teori kemungkinan
 A lat untuk pengukuran
 Macam-macam bangun geometri
 Alat peraga untuk permainan

Model Pembelajaran Kooperatif
PEMBELAJARAN KOOPERATIF YANG BERKESAN

Apa dia pembelajaran kooperatif ?

Pembelajaran kooperatif telah menjadi salah satu pembaharuan dalam pergerakan refomasi pendidikan. Pembelajaran kooperatif sebenarnya merangkumi banyak jenis bentuk pengajaran dan pembelajaran. Asasya ia menggalakkan pelajar belajar bersama-sama dengan berkesan melalui pembentukan kumpulan yang homogen seperti dalam pendidikan inklutif. Ianya boleh digunakan oleh pelbagai kumpulan umur dan dalam pelbagai mata pelajaran.Pembelajaran koopeatif dilaksanakan secara kumpulan kecil supaya pelajar-pelajar dapat berkerjasama dalam kumpulan untuk mempelajari isi kandungan pelajaran dengan pelbagai kemahiran sosial. Secara dasarnya, pembelajaran kooperatif melibatkan pelajar bekerjasama dalam mencapai satu-satu objektif pembelajaran (Johnson & Johnson, 1991). Selain dari itu, ciri-ciri umumnya ialah:

Ciri- ciri pembelajaran kooperatif
Pendekatan Pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa ciri tertentu, diantaranya ialah :
1. Matlamat kumpulan
Matlamat kumpulan ialah kejayaan kumpulan dalam mencapai kecemerlangan dalam menguasai sesuatu konsep yang di ajar. Matlamat ini dicapai melalui usaha bersama semua bersama ahli di dalam kumpulan. Dalam kumpulan ini setiap ahli kumpulan mempunyai peranan tertentu dan jelas dalam usaha kumpulan mencapai matlamat yang ditetapkan.
2. Interaksi sosial ditekankan.
Setiap ahli kumpulan akan berinteraksi secara bersemuka dalam kumpulan. Interaksi yang serentak berlangsung pada masa yang sama untuk setiap kumpulan melalui perbincangan yang akan menyebabkan lebih ramai individu yang turut serta mengambil bahagian. Setiap ahli kumpulan perlu berhubung rapat, saling memenuhi dan bantu-menbantu.
3. Pelajar perlu saling bergantungan positif untuk mencapai objektif gerak kerja.
Kejayaan kumpulan bergantung kepada pembelajaran individu yang ahli sesuatu kumpulan. Setiap ahli mempunyai tanggungjawab ke atas keberkesanan pembelajaran kumpulan. Prinsip ini dikenali sebagai saling bergantungan secara positif. Untuk mencapai kejayaan dalam prinsip ini, tugas perlu diagihkan kepada semua ahli kumpulan untuk menyumbang jawapan atau hasil dapatan. Tanggungjawab individu bermakna setiap pelajar mesti melaksanakan tugas masing-masing yang diberikan untuk menyumbang kepada sesuatu projek. Penyertaan pula bermaksud semua pelajar mempunyai peluang yang sama untuk mengambil bahagian dan menyumbang secara bersama.

Apakah kelebihan pembelajaran kooperatif ?

Walaupun pembelajaran kooperatif menimbulkan keresahan kepada ibubapa yang khuatirkan kecairan pembelajaran apabila pelajar yang cerdas berada di dalam kumpulan yang kurang cerdas, tetapi mengikut Slavin ( 1991) ia akan memberi faedah kepada golongan yang berbeza kebolehan yang belajar dalam satu kumpulan. Kajian menunjukkan pembelajaran kooperatif boleh meningkatkan pencapaian dan kemahiran kognitif pelajar. Jika dijalankan dengan sempurna, setiap pelajar mempunyai tanggungjawab untuk memahiri sesuatu subtopik serta berpeluang berkongsi pengetahuannya dengan ahli kumpulan yang lain. Untuk tujuan ini , pelajar perlu betul-betul memahami subtopik itu, bukan sekadar menghafal sesuatu topik. Ini mengakibatkan pemprosesan pada aras yang lebih tinggi,yang meningkatkan daya ingatan dan seterusnya membolehkan mereka menunjukkan pencapaian yang lebih baik.
Kajian juga menunjukkan pembelajaran kognitif boleh memberbaiki kemahiran sosial pelajar. Ahli-ahli dalam kumpulan perlu bekerjasama untuk mencapai objektif pembelajaran. Secara tidak langsung, mereka perlu mempelajari atau memperbaiki kemahiran sosial mereka. Pelajar yang bersuara perlahan perlu meninggikan suara supaya didengari dan difahami oleh ahli kumpulan lain. Teguran sesama ahli perlu dilakukan dengan sewajarnya agar dinamik kumpulan tidak hancur dan gerak kerja berjalan lancar.
Mengikut Kagan (1994) , pembelajaran kooperatif bagi golongan berbakat telah membawa banyak keberkesanan atau faedah seperti berikut :


Membaiki hubungan sosial

Meningkatkan pencapaian

Meningkatkan kemahiran kepimpinan

Meningkatkan kemahiran sosial

Meningkatkan tahap kemahiran aras tinggi

Meningkatkan kemahiran teknologi

Meningkatkan keyakinan diri.

Beberapa bentuk pembelajaran kooperatif

1.Kaedah Jigsaw II
Dalam kaedah ini, setiap ahli kumpulan menjadi 'juru' dalam sub-unit sesuatu topik. Setelah masing-masing memahami bahagian masing-masing, setiap 'juru' mengajarnya pula kepada ahli kumpulan yang lain. Soal-jawab atau perbincangan yang berlaku semasa proses ini membolehkan 'juru' dan ahli sama-sama memikirkan pembentangan yang diberi, ini meningkatkan pemahaman dan ingatan. Selain dari itu, kaedah ini juga memberi peluang kepada pelajar yang kurang cemerlang dan mengajar mereka untukmenjadi 'juru' dan mengajar mereka yang mempunyai prestasi akademik lebih baik daripadanya, secara tidak langsung meningkatkan keyakinan diri mereka.
2.Kaedah STAD
STAD merupakan akronim bagi Student Teams Achievement Divisions. Pembelajaran dalam kumpulan kecil dilakukan bagi sesuatu topik. Kaedah perbincangan ini boleh menggunakan kaedah Jigsaw II atau pendekatan lain. Selepas itu kuiz bertulis secara individu akan diberikan untuk menguji pemahaman pelajar. Setiap pelajar akan mendapat markah individu, peningkatan kemajuan yang ditunjukkan oleh setiap pelajar akan dikira dengan mengambil markah terbaru dan ditolak dengan purata markah pelajar itu sendiri. Perbezaan markah individu akan dikumpulkan untuk menjadi markah kumpulan. Di sebabkan markah kumpulan diperolehi berdasarkan peningkatan ahli kumpulan, ahli kumpulan akan saling bekerjasama supaya mendapat markah yang maksimum.
3. TAI
TAI( Team Assisted Individualization) dibentuk menggabungkan antara motivasi dan insentif kepada kumpulan. Program yang diberikan mestilah bersesuaian dengan kemahiran yang dipunyai oleh setiap pelajar. Pelajar dalam setiap kumpulan mestilah terdiri daripada pelajar yang mempunyai keupayaan yang berbeza-beza. Ahli kumpulan yang bekerja secara berpasangan akan bertukar-tukar helaian jawapan kerja yang telah dibuat. Ahli kumpulan bertanggungjawab memastikan rakan-rakan dalam kumpulan bersedia untuk menduduki ujian akhir setiap unit. Skor mingguan yang diperolehi oleh kumpulan akan dijumlahkan , kumpulan yang melebihi skor yang ditetapkan akan diberikan sijil.

Beberapa strategi meningkatkan keberkesanan pembelajaran kooperatif

Pembahagian kumpulan yang membolehkan ahli-ahli dalam kumpulan bekerja dengan berkesan bersama-sama.Faktor yang paling utama di sini ialah bilangan ahli dalam kumpulan. Kumpulan kecil mengandungi tiga atau empat ahli didapati paling efektif. Kumpulan yang terlalu besar kurang efektif kerana pembabitan ahli kumpulan cenderung menjadi tidak sama rata. Disamping itu, pembentukan kumpulan sebaiknya dilakukan oleh guru bagi mengelakkan pelajar berkumpul sesama 'klik' mereka sahaja.

Tugasan perlu distruktur sebegitu rupa supaya ahli kumpulan saling bergantung untuk mencapai objektif yang ditentukan. Elakkan memberi tugasan yang boleh diselesaikan tanpa perlu pembabitan setiap ahli kumpulan. Ini boleh menyebabkanada ahli kumpulan yang 'lepas tangan' ataupun dipinggirkan oleh orang lain, dan bagi pelajar ini, pengalaman pembelajaran sepenuhnya tidak dapat dicapai.

Jadikan tanggungjawab pencapaian terletak di kedua-dua tahap individu dan kumpulan. Satu cara ialah melalui pemberian markah. Setiap pelajar mendapat markah individu dan markah kumpulan bergantung kepada markah individu. Dengan cara itu setiap pelajar mempunyai motivasi untuk melakukan yang terbaik untuk diri sendiri dan juga kumpulan.

Berikan garispanduan tingkahlaku dan kemahiran berkomunikasi kepada pelajar. Guru perlu menjelaskan kepada pelajar apakah tingkahlaku yang wajar dan tidak wajar semasa pembelajaran kooperatif berlaku. Guru juga perlu meberikan asas kemahiran komunikasi misalnya bagaimana menyuarakan pendapat dan bagaimana menghadapi percanggahan pendapat.

Pastikan jenis dan amaun interaksi antara pelajar berpatutan. Guru perlu mengawasi interaksi yang berlaku semasa pelajar menjalankan aktiviti kumpulan di dalam kelas. Perbincangan yang berlaku seharusnya yang berkaitan dengan tugasan . Interaksi juga harus berlaku di antara setiap ahli kumpulan dan tidak meminggirkan mana-mana ahli kumpulan. Perbincangan dan keputusan juga tidak dimonopoli oleh ahli kumpulan tertentu sahaja.

BIBLIOGRAFI
B.Bennett, C. Rolheiser-Bennett, L.Stevann(1991) Cooperative Learing Where Heart Meets Mind.
Johnson, d.W.,& Johnson, R.T (1991). Learrning together and alone : Cooperative, Competitive, and individualistic learning ( 3rd Ed.). Upper Saddle river, NJ: Prentice-Hall.
Krongthong Khairiree. Nota Edaran Kursus SMWB-10 (10 Jun-27 Julai 2002.
Slavin, R. (1986) Using Student Team Learning ( 3 rd. ed ). Baltimore, Johns Hopkins University, Centre For Research On Elementary And Middle Schools.
Slavin, R. (1990) Cooperative Learning : Theory, Research ang Practice. Englewood Cliff, NJ: Prentice Hall.

Sumber : http://www.geocities.com/gardner02_8/ilmiah1.htm
Diposkan oleh Padiya di 21:13 0 komentar
Model Pembelajaran Kontekstual
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

Diterbitkan Januari 29, 2008 kurikulum & pembelajaran Tags: CTL, kurukulum, pembelajaran, pembelajaran kontekstual
Pengembangan Pembelajaran Kontekstual
Oleh : Depdiknas

A. Latar belakang

Ada kecendrungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan memgetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang
Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil
Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual

B. Pemikiran tentang belajar.

Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut.

1. Proses belajar

- Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
- Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan
mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan.
- Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah,
tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
- Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
- Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya,
dan bergelut dengan ide-ide.
- Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus
seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan sesorang.

2. Transfer Belajar

- Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.
- Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit)
- Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan
dan keterampilan itu

3. Siswa sebagai Pembelajar

- Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak
mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.
- Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi,
untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.
- Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah
diketahui.
- Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa
untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk
menerapkan strategi mereka sendiri.

4. Pentingnya Lingkungan Belajar

- Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di
depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.
- Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru
mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya.
- Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar.
- Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.

C. Hakekat Pembelajaran Kontekstual

Pembelajarn kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan ( Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment)

D. Pengertian Pembelajaran Kontekstual

1. Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.

2. Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat

E. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional

Kontekstual

1. Menyandarkan pada pemahaman makna.
2. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa.
3. Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
4. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan.
5. Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
6. Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang.
7. Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir
kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok).
8. Perilaku dibangun atas kesadaran diri.
9. Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.
10. Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri. yang bersifat subyektif.
11. Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut merugikan.
12. Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik.
13. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting.
14. Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.

Tradisional

1. Menyandarkan pada hapalan
2. Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru.
3. Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru.
4. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas kehidupan.
5. Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan.
6. Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.
7. Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar
ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual).
8. Perilaku dibangun atas kebiasaan.
9. Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan.
10. Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor.
11. Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman.
12. Perilaku baik berdasarkan motivasi entrinsik.
13. Pembelajaran terjadi hanya terjadi di dalam ruangan kelas.

F. Penerapan Pendekatan Kontekstual Di Kelas

Pembelajaran Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini.
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
1. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
2. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
3. Ciptakan masyarakat belajar.
4. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
5. Lakukan refleksi di akhir pertemuan
6. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara

G. Tujuh Komponen Pembelajaran Kontekstual

1. Konstruktivisme
- Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan
awal.
- Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan

2. Inquiry
- Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.
- Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis

3. Questioning (Bertanya)
- Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.
- Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry

4. Learning Community (Masyarakat Belajar)
- Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.
- Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri.
- Tukar pengalaman.
- Berbagi ide

5. Modeling (Pemodelan)
- Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar.
- Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya

6. Reflection ( Refleksi)
- Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari.
- Mencatat apa yang telah dipelajari.
- Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok

7. Authentic Assessment (Penilaian Yang Sebenarnya)
- Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.
- Penilaian produk (kinerja).
- Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual

H. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

1. Kerjasama
2. Saling menunjang
3. Menyenangkan, tidak membosankan
4. Belajar dengan bergairah
5. Pembelajaran terintegrasi
6. Menggunakan berbagai sumber
7. Siswa aktif
8. Sharing dengan teman
9. Siswa kritis guru kreatif
10. Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor
dan lain-lain
11. Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil
pratikum, karangan siswa dan lain-lain

I. Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual

Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmennya.
Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya.
Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.
Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut.
1. Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang
merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok dan
Pencapaian Hasil Belajar.
2. Nyatakan tujuan umum pembelajarannya.
3. Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu
4. Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa
5. Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya
dalam pembelajaran.

Sumber : http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/29/pembelajaran-kontekstual/
Diposkan oleh Padiya di 20:53 0 komentar
Model Pembelajaran Portofolio
MODEL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO:SEBUAH TINJAUAN KRITIS
Oleh :Drs. Arief A. Mangkoesapoetra, M.Pd.

Judul: MODEL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO: SEBUAH TINJAUAN KRITISBahan ini cocok untuk Informasi / Pendidikan Umum.Nama & E-mail (Penulis): arief mangkoesapoetra Saya Guru di SMAN 21 BANDUN G Topik: Model Pembelajaran Tanggal: 25 Agustus 2004

I. Latar Belakang Masalah
Masalah utama dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ialah penggunaan metode atau model pembelajaran dalam menyampaikan materi pelajaran secara tepat, yang memenuhi muatan tatanan nilai, agar dapat diinternalisasikan pada diri siswa serta mengimplementasikan hakekat pendidikan nilai dalam kehidupan sehari-hari-belum memenuhi harapan seperti yang diinginkan. Hal ini berkaitan dengan kritik masyarakat terhadap materi pelajaran PKn yang tidak bermuatan nilai-nilai praktis tetapi hanya bersifat politis atau alat indoktrinasi untuk kepentingan kekuasaan pemerintah. Metode pembelajaran dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) terkesan sangat kaku, kurang fleksibel, kurang demokratis, dan guru cenderung lebih dominan one way method. Guru PKn mengajar lebih banyak mengejar target yang berorientasi pada nilai ujian akhir, di samping masih menggunakan model konvensional yang monoton, aktivitas guru lebih dominan daripada siswa, akibatnya guru seringkali mengabaikan proses pembinaan tatanan nilai, sikap, dan tindakan; sehingga mata pelajaran PKn tidak dianggap sebagai mata pelajaran pembinaan warga negara yang menekankan pada kesadaran akan hak dan kewajiban tetapi lebih cenderung menjadi mata pelajaran yang jenuh dan membosankan. Untuk menghadapi kritik masyarakat tersebut di atas, suatu model pembelajaran yang efektif dan efisien sebagai alternatif, yaitu model pembelajaran berbasis portofolio (porfolio based learning), yang diharapkan mampu melibatkan siswa dalam keseluruhan proses pembelajaran dan dapat melibatkan seluruh aspek, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa, serta secara fisik dan mental melibatkan semua pihak dalam pembelajaran sehingga siswa memiliki suatu kebebasan berpikir, berpendapat, aktif dan kreatif.
II. Dasar Pemikiran
Model Pembelajaran Portofolio dalam PKn Menurut ERIC Digest (2000), "Portfolios are used in various professions together typical..; art students assamble a portfolio for an art class..". Portofolio merupakan kumpulan hasil karya siswa sebagai hasil belajarnya. Portofolio, selain sangat bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai kemampuan dan pemahaman siswa serta memberikan gambaran mengenai sikap dan minat siswa terhadap pelajaran yang diberikan, juga dapat menunjukkan pencapaian atau peningkatan yang diperoleh siswa dari proses pembelajaran (Stiggins, 1994 : 20). Melalui model pembelajaran portofolio, selain diupayakan dapat membangkitkan minat belajar siswa secara aktif, kreatif, juga dapat mengembangkan pemahaman nilai-nilai kemampuan berpartisipasi secara efektif, serta diiringi suatu sikap tanggung jawab. Adapun alasan penggunaan model pembelajaran portofolio, yang mendasari kegiatan serta proses pembelajaran PKn mengacu pada pendekatan sistem : (1) CTL, 'Contextual Teaching Learning', dan (2) 'Model Kegiatan Sosial dan PKn'. (1) CTL, 'Contextual Teaching Learning' CTL adalah suatu bentuk pembelajaran yang memiliki karakteristik berikut : a. keadaan yang mempengaruhi langsung kehidupan siswa dan pembelajarannya; b. dengan menggunakan waktu/kekinian, yaitu masa yang lalu, sekarang, dan yang akan datang; c. lawan dari textbook centered; d. lingkungan budaya, sosial, pribadi, ekonomi, dan politik; e. belajar tidak hanya menggunakan ruang kelas, bisa dilakukan di dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara; f. mengaitkan isi pelajaran dengan dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dengan penerapannya dalam kehidupan mereka; dan g. membekali siswa dengan pengetahuan yang fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan ke permasalahan lain, dari satu konteks ke konteks lain. Model CTL disebut juga REACT, yaitu Relating (belajar dalam kehidupan nyata), Experiencing (belajar dalam konteks eksplorasi, penemuan dan penciptaan), Applying (belajar dengan menyajikan pengetahuan untuk kegunaannya), Cooperating (belajar dalam konteks interaksi kelompok), dan Transfering (belajar dengan menggunakan penerapan dalam konteks baru/konteks lain) (2) 'Model Kegiatan Sosial dan PKn' Model yang dipelopori oleh Fred Newman ini mencoba mengajarkan pada siswa bagaimana mempengaruhi kebijakan umum, dengan demikian pendekatan tersebut mencoba memperbaiki kehidupan siswa dalam masyarakat atau negara, dengan mencoba mengembangkan kompetensi lingkungan yang merupakan kemampuan siswa untuk mempengaruhi lingkungan, dan memberikan dampak pada keputusan-keputusan kebijakan, memiliki tingkat kompetensi dan komitmen sebagai pelaksana yang bermoral. Model ini mendorong partisipasi aktif siswa dalam kehidupan politik, ekonomi dan sosial dalam masyarakat. Kedua model di atas, yang menjadi dasar acuan pendekatan sistem pada model pembelajaran portofolio membina siswa dalam rangka pemerolehan kompetensi lingkungan dan membekali siswa dengan life skill : civic skill, civic life, serta dapat mengembangkan dan membekali siswa bagaimana belajar ber-PKn-dengan pengetahuan dan keterampilan intelektual yang memadai serta pengalaman praktis agar memiliki kompetensi dan efektifitas dalam berpartisipasi, juga untuk membina suatu tatanan nilai terutama nilai kepemimpinan pada diri siswa, agar siswa dapat mempertanggungjawabkanb ucapan, sikap, perbuatan pada dirinya sendiri, kemudian pada masyarakat, bangsa, dan negara. Implementasi model pembelajaran portofolio akan menjadikan PBM PKn yang sangat menyenangkan bagi siswa, bila pembelajaran tersebut beserta komponennya memiliki kegunamanfaatan bagi siswa dan kehidupannya.
III. Kelemahan, Peluang, dan Ancaman
Selain hal-hal positif, keunggulan, dan kelebihan model portofolio di atas, kita pun harus mencermati beberapa kelemahan, peluang, dan ancaman yang terdapat di dalam proses pembelajaran PKn in action, seperti dipaparkan di bawah ini..

a. Kelemahan Model Pembelajaran Portofolio :
1. Diperlukan waktu yang cukup banyak, bahkan diperlukan waktu di luar jam pembelajaran di sekolah, sehingga untuk menuntaskan satu studi kasus atau suatu kebijakan publik diperlukan lebih dari 20 jam pelajaran seperti yang telah ditentukan dalam jadwal;
2. Kurangnya pengetahuan/daya nalar guru yang bersangkutan;
3. Belum diberikannya hak otonomi mengajar sebagai pengembang kurikulum praktis di kelas;
4. Diperlukan tenaga dan biaya yang cukup besar;
5. Kurangnya jalinan komunikasi antara pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat khususnya para birokrat/instansi yang dikunjungi oleh para siswa untuk dimintai keterangannya; dan
6. Belum terbiasanya pembiasaan jalinan kerjasama kelompok tim para siswa, dengan kesadaran, karena jika ide atau gagasan terlalu banyak dan tidak dapat dipertemukan, masalah akan sulit dipecahkan.

b. Peluang Model Pembelajaran Portofolio :
1. Dalam kurikulum baru, diharapkan topik materi pembelajaran tidak terlalu banyak, namun dimuat satu sampai 2 topik atau materi pelajaran per semester, sehingga model pembelajaran portofolio dapat dilaksanakan tanpa kekurangan waktu atau menyalahi apa yang telah digariskan dalam kurikulum. Model ini dapat dilakukan satu tahun satu kali;
2. Hak otonomi mengajar pada guru dalam mengembangkan kemampuan, kemauan, daya nalar, serta fungsi perannya sebagai fasilitator, mediator, motivator,. Dan rekonstruktor pembelajaran di dalam kelas;
3. Tukar pendapat, informasi, pengetahuan untuk meningkatkan daya nalar dan pengetahuan dengan rekan guru pada MGMP PKn setempat;
4. Kerjasama/kolaborasi antara Kepala Sekolah dan pihak Dewan Sekolah/Komite Sekolah untuk menangani masalah pendanaan;
5. Kerjasama/kolaborasi antara pihak sekolah dengan pemerintah setempat;
6. Siswa dapat mengunjungi instansi/lembaga pemerintah yang terkait untuk mencari atau memperoleh informasi yang dibutuhkan.
c. Ancaman Model Pembelajaran Portofolio :
1. Belum diberikannya hak otonomi mengajar, sehinga guru masih terikat pada keharusan sebagai pelaksanan kurikulum, sedangkan guru harus dapat menjadi pengembang kurikulum praktis di dalam kelas;
2. Kurang kesadaran guru dalam mengembangkan kemampuan dan kemauan dalam melaksanakan fungsi perannya;
3. Tidak ada dukungan moril serta bantuan dana dari pihak sekolah;
4. Kurangnya kerjasama antara para guru, Kepala Sekolah, Dewan Sekolah, Orang Tua Siswa, dan instansi/lembaga pemerintah serta masyarakat setempat
IV. Penutup
Pembelajaran PKn merupakan pendidikan nilai di tingkat persekolahan (SD, SLTP, dan SLTA). Dalam upaya meningkatkan kinerja profesional guru, yaitu membelajarkan siswa dapat belajar ber-PKn dalam laboratorium demokrasi, guru PKn dapat menggunakan pembelajaran portofolio sebagai salah satu alternatif pemecahan pembelajaran yang inovatif, yang secara langsung menjadi wahana pembinaan nilai kepemimpinan pada diri siswa dan secara tidak langsung menjadi wahana implementasi pendidikan budi pekerti bagi siswa. Model pembelajaran portofolio-metode pemecahan masalah- dapat digunakan untuk mengembangkan berbagai potensi kebermaknaan siswa, baik berkenaan dengan aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik siswa, terutama pembinaan tatanan nilai, yaitu kepemimpinan diri pada siswa. Model ini sangat potensial dalam meningkatkan motivasi atau semangat belajar siswa, dengan tujuan agar siswa menjadi A Good Young Citizenship yang berkualitas sebagai warga negara yang cerdas, kreatif, partisipatif, prospektif, dan bertanggung jawab. Penggunaan model pembelajaran portofolio dalam pembelajaran PKn berimplikasi luas terhadap khasanah piranti professional guru sebagai seorang fasilitator, director-motivator, mediator, rekonstruktor pembelajaran bagi siswa, dalam upaya mengembangkan dan membekali sejumlah keterampilan dan wawasan life skill kewarganegaraan siswa, yaitu : civic life, civic skill, civic participation, yang wajib dimiliki oleh setiap insan, agar siswa dapat hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sesuai dengan hak dan kewajibannya. Penulis adalah Guru SMAN 21 Bandung, meraih gelar Magister Pendidikan program studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dari Program Pascasarjana UPI Bandung dengan judicium "cum laude" (25 Pebruari 2004). E-mail : arief_mangkoesapoetra@yahoo.com
PUSTAKA ACUAN
Center for Indonesian Civic Education. (1998). Kami Bangsa Indonesia. Bandung : Proyek Kewarganegaraan. Djahiri, A.K. (2000). Model Pembelajaran Portofolio Terpadu dan Utuh. Bandung : PPKnH UPI dan CICED. ERIC Digest (2000). "Portfolio Assessment". Arts-ED 3334603. Popham, W.J. (1995). Classroom Assessment : What Teachers Need to Know. USA : Allyn & Bacon - A Simon & Schuster Company. Stiggins, R.J. (1991). Student-Centered Classroom Assessment. New York : MacMillan Cottage, Publishing Company. Winataputra, U.S. (1999). Rancangan Perintisan Model Pembelajaran Portofolio di Delapan Propinsi. Bandung : UT dan CICED.
Saya arief mangkoesapoetra setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah (tidak ada copyright). .

Model Pembelajaran Generatif

MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF (MPG)

1. Pengertian Pembelajaran GeneratifPembelajaran Generatif (PG) merupakan terjemahan dari Generative Learning (GL). Menurut Osborno dan Wittrock dalam Katu (1995.b:1), pembelajaran generatif merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki mahasiswa sebelumnya. Pengetahuan baru itu akan diuji dengan cara menggunakannya dalam menjawab persoalan atau gejala yang terkait. Jika pengetahuan baru itu berhasil menjawab permasalahan yang dihadapi, maka pengetahuan baru itu akan disimpan dalam memori jangka panjang.2. Landasan Teoritik dan Empirik Pembelajaran GeneratifPembelajaran generatif memiliki landasan teoritik yang berakar pada teori-teori belajar konstruktivis mengenai belajar dan pembelajaran. Butir-butir penting dari pandangan belajar menurut teori konstruktivis ini menurut Nur (2000:2-15) dan Katu (1995.a: 1-2), diantaranya adalah : a. Menekankan bahwa perubahan kognitif hanya bisa terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami inforamasi-informasi baru.b. Seseorang belajar jika dia bekerja dalam zona perkembangan terdekat, yaitu daerah perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangannya saat ini. Seseorang belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada dalam zona tersebut. Seseorang bekerja pada zona perkembangan terdekatnya jika mereka terlibat dalam tugas yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri, tetapi dapat menyelesaikannya jika dibantu sedikit dari teman sebaya atau orang dewasa.c. Penekanan pada prinsip Scaffolding, yaitu pemberian dukungan tahap demi tahap untuk belajar dan pemecahan masalah. Dukungan itu sifatnya lebih terstruktur pada tahap awal, dan kemudian secara bertahap mengalihkan tanggung jawab belajar tersebut kepada mahasiswa untuk bekerja atas arahan dari mereka sendiri. Jadi, mahasiswa sebaiknya lansung saja diberikan tugas kompleks, sulit, dan realistik kemudian dibantu menyelesaikan tugas kompleks tersebut dengan menerapkan scaffolding.d. Lebih menekankan pada pengajaran top-down daripada bottom-up. Top-down berarti mahasiswa langsung mulai dari masalah-masalah kompleks, utuh, dan autentik untuk dipecahkan. Dalam proses pemecahan masalah tersebut, mahasiswa mempelajari keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan untuk memecahkan masalah kompleks tadi dengan bantuan guru/dosen atau teman sebaya yang lebih mampu.e. Menganut asumsi sentral bahwa belajar itu ditemukan. Meskipun jika kita menyampaikan informasi kepada mahasiswa, tetapi mereka harus melakukan operasi mental atau kerja otak atas informasi tersebut untuk membuat informasi itu masuk ke dalam pemahaman mereka.f. Menganut visi mahasiswa ideal, yaitu seorang mahasiswa yang dapat memiliki kemampuan pengaturan diri sendiri dalam belajar.g. Menganggap bahwa jika seseorang memiliki strategi belajar yang efektif dan motivasi, serta tekun menerapkan strategi itu sampai suatu tugas terselesaikan demi kepuasan mereka sendiri, maka kemungkinan sekali mereka adalah pelajar yang efektif dan memiliki motivasi abadi dalam belajar.h. Sejumlah penelitian (Slavin, 1997: )yang menunjukkan pengaruh positif pendekatan-pendekatan konstruktivis yang melandasi pembelajaran generatif terhadap variabel-variabel hasil belajar tradisional, diantaranya adalah : dalam bidang matematika (Carpenter dan Fennema, 1992), bidang sains (Neale, Smith, dan Johnson, 1992), membaca (Duffi dan Rochler, 1986), menulis (Bereiter dan Scardamalia, 1987). Penelitian Knapp (1995) menemukan suatu hubungan positif pendekatan-pendekatan konstruktivis dengan hasil belajar.3. Tahapan Pembelajaran GeneratifLangkah-langkah atau tahapan pembelajaran generatif menurut Katu (1995. b:5-6), terdiri atas 5 tahap dengan penjelasan sebagai berikut :a. Tahap-1 : PengingatanPada tahap awal ini, dosen menuliskan topik dan melibatkan mahasiswa dalam diskusi yang bertujuan untuk menggali pemahaman mereka tentang topik yang akan dibahas. Mereka diajak untuk mengungkapkan pemahaman dan pengalaman mereka dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan topik tersebut. Mereka diminta mengomentari pendapat teman sekelas dan membandingkannya dengan pendapat sendiri. Tujuan dari tahap pengingatan ini adalah untuk menarik perhatian mahasiswa terhadap pokok yang sedang dibahas, membuat pemahaman mereka menjadi eksplisit, dan sadar akan variasi pendapat di antara mereka sendiri. Untuk membuat suasana menjadi kondusif, dosen diharapkan tidak akan menilai mana pendapat yang “salah” dan mana yang “benar”. Yang perlu dilakukan adalah membuat mereka berani mengemukakan pendapatnya tanpa takut disalahkan. Sebaiknya pertanyaan yang diajukan dosen adalah pertanyaan terbuka.b. Tahap-2 : Tantangan dan KonfrontasiSetelah dosen mengetahui pandangan sebagian mahasiswanya, dosen mengajak mereka untuk mengemukakan fenomena atau gejala-gejala yang diperkirakan muncul dari suatu peristiwa yang akan didemonstrasikan kemudian. Mereka diminta mengemukakan alasan untuk mendukung dugaan mereka. Mereka juga diajak untuk menanggapi pendapat teman satu kelas mereka yang berbeda dari pendapat sendiri. Dosen diharapkan untuk mencatat dan mengelompokkan dugaan dan penjelasan yang muncul di papan tulis. Secara sadar dosen mempertentangkan pendapat-pendapat yang berbeda itu. Setelah itu dosen melaksanakan demonstrasi dan meminta mahasiswa untuk mengamati dengan seksama gejala yang muncul. Dosen perlu memberikan kesempatan kepada mereka untuk mencerna apa yang mereka amati, akan merasa terganggu dan mengalami konflik kognitif dalam pikirannya. Setelah itu barulah dosen menayakan apakah gejala yang mereka amati itu sesuai atau tidak dengan pikiran mereka. Dengan menggunakan cara dialog yang timbal balik dan saling melengkapi, diharapkan mereka dapat menemukan jawaban atas gejala yang mereka amati. Dalam hal ini dosen menyiapkan perangkat demonstrasi, tampilan gambar, atau grafik yang dapat membantu mahasiswa menemukan alternatif jawaban atas gejala yang diamati.c. Tahap-3 : Reorganisasi Kerangka Kerja KonsepPada tahap ini dosen membantu mahasiswa dengan mengusulkan alternatif tafsiran menurut fisikawan dan menunjukkan bahwa pandangan yang dia usulkan dapat menjelaskan secara koheren gejala yang mereka amati. Mahasiswa diberikan beberapa persoalan sejenis dan menyarankan mereka menjawabnya dengan pandangan alternatif yang diusulkan dosen. Diharapkan mereka akan merasakan bahwa pandangan baru dari dosen tersebut mudah dimengerti, masuk akal, dan berhasil dalam menjawab berbagai persoalan. Diharapkan mahasiswa mulai mereorganisasi kerangka berpikir mereka dengan melakukan perubahan struktur dan hubungan antar konsep-konsep. Proses reorganisasi ini tentu membutuhkan waktu.d. Tahap-4 : Aplikasi KonsepPada tahap ini, dosen memberikan berbagai persoalan dengan konteks yang berbeda untuk diselesaikan oleh mahasiswa dengan kerangka konsep yang telah mengalami rekonstruksi. Maksudnya adalah memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk menerapkan pengetahuan/keterampilan baru mereka pada situasi dan kondisi yang baru. Keberhasilan mereka menerapkan pengetahuan dalam situasi baru akan membuat para mahasiswa makin yakin akan keunggulan kerangka kerja konseptual mereka yang sudah direorganisasi. Pelatihan ini dimaksudkan juga untuk lebih menguatkan hubungan antar konsep di dalam kerangka berpikir yang baru mengalami reprganisasi.c. Tahap-5 : Menilai KembaliDalam suatu diskusi, dosen mengajak mahasiswanya dalam menilai kembali kerangka kerja konsep yang telah mereka dapatkan.4. Beberapa Petunjuk Pelaksanaan Pembelajaran GeneratifDalam melaksanakan pembeljaran generatif,menuru Sutrisno (1995:3), dosen perlu memperhatikan beberapa hal, diantaranya adalah sebagai berikut :a. Menyajikan demonstrasi untuk menantang intuisi mahasiswa. Setelah dosen mengetahui intuisi yang dimiliki mahasiswa, dosen mempersiapkan demonstrasi yang menghasilkan peristiwa yang dapat berbeda dari intuisi mahasiswa. Dengan melihat peristiwa yang berbeda dari dugaan mereka maka di dalam pikiran mereka timbul perasaan kacau (dissonance) yang secara psikologis membangkitkan perasaan tidak tenteram sehingga dapat memotivasi mereka untuk mengurangi perasaan kacau itu dengan mencari alternatif penjelasan.b. Mengakomodasi keinginan mahasiswa dalam mencari alternatif penjelasan dengan menyajikan berbagai kemungkinan kegiatan mahasiswa antara lain berupa eksperimen/percobaan, kegiatan kelompok menggunakan diagram, analogi, atau simulasi, pelatihan menggunakan tampilan jamak (multiple representation) untuk mengaktifkan mahasiswa dalam proses belajar. Variasi kegiatan ini dapat membantu mahasiswa memperoleh penjelasan yang cukup memuaskan.c. Untuk lebih memperkuat pemahaman mereka maka dosen dapat memberikan soal-soal terbuka (open-ended questions), soal-soal kaya konteks (context-rich problems) dan pertanyaan terbalik (reverse questions) yang dapat dikerjakan secara kelompok.
Sumber : http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/pembelajaran-generatif-mpg.html
Diposkan oleh Padiya di 19:06 0 komentar
Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah
MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH
Pembelajaran berdasarkan masalah telah dikenal sejak zaman John Dewey, yang sekarang ini mulai diangkat sebab ditinjau secara umum pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri।A. Pengertian Pembelajaran Berdasarkan MasalahPembelajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi। Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks (Ratumanan, 2002 : 123).Menurut Arends (1997), pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan ketrampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri। Model pembelajaran ini juga mengacu pada model pembelajaran yang lain, seperti “pembelajaran berdarkan proyek (project-based instruction)”, ” pembelajaran berdasarkan pengalaman (experience-based instruction)”, “belajar otentik (authentic learning)” dan ”pembelajaran bermakna (anchored instruction)”.B. Ciri-ciri khusus Pembelajaran Berdasarkan MasalahMenurut Arends (2001 : 349) berbagai pengembang pengajaran berdasarkan masalah telah memberikan model pengajaran itu memiliki karakteristik sebagai berikut (Krajcik, 1999; Krajcik, Blumenfeld, Marx, & soloway, 1994; Slavin, Maden, Dolan, & Wasik, 1992, 1994; Cognition & Technology Group at Vanderbilt, 1990).1। Pengajuan pertanyaan atau masalah. Bukannya mengorganisasikan di sekitar prisip-prinsip atau ketrampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu.2। Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, ilmu-ilmu sosial), masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran. Sebagai contoh, masalah polusi yang dimunculkan dalam pelajaran di teluk Chesapeake mencakup berbagai subyek akademik dan terapan mata pelajaran seperti biologi, ekonomi, sosiologi, pariwisata, dan pemerintahan.3। Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpul dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan. Sudah barang tentu, metode penyelidikan yang digunakan, bergantung kepada masalah yang sedang dipelajari.4। Menghasilkan produk dan memamerkannya.pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk tersebut dapat berupa transkrip debat seperti pada pelajaran ”Roots and wings”. Produk itu dapat juga berupa laporan, model fisik, video maupun program komputer. Karya nyata dan peragaan seperti yang akan dijelaskan kemudian, direncanakan oleh siswa untuk mendemonstrasikan kepada teman-temannya yang lain tentang apa yang mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif segar terhadap laporan tradisional atau makalah.5। Kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan ketrampilan berfikir.C. Manfaat Pembelajaran Berdasarkan MasalahPembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa। Pembelajaran berda- sarkan masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemam -puan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri (Ibrahim, 2000 : 7).Menurut Sudjana manfaat khusus yang diperoleh dari metode Dewey adalah metode pemecahan masalah। Tugas guru adalah membantu para siswa merumuskan tugas-tugas, dan bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi dari masalah yang ada di sekitarnya.डी. Langkah-langkah Pembelajaran Berdasarkan MasalahPengajaran berdasarkan masalah terdiri dari 5 langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa।Sintaks Pembelajaran Berdasarkan MasalahTahap-1Orientasi siswa pada masalahGuru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahanmasalah yang dipilih।Tahap-2Mengorganisasi siswa untuk belajarGuru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut।Tahap-3Membimbing penye lidi kan individual maupun kelompok.Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalahTahap-4Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya।Tahap-5Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.(Sumber: Ibrahim, 2000 : 13.

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN TERPADU
Prabowo (2000:3) mengatakan bahwa pembelajaran terpadu sebagai suatu proses mempunyai beberapa ciri yaitu : (1) berpusat pada siswa (student centered), (2) proses pembelajaran mengutamakan pemberian pengalaman langsung, serta (3) pemisahan antar bidang studi tidak terlihat jelas. Dari beberapa ciri pembelajaran terpadu di atas, menunjukkan bahwa model pembelajaran terpadu adalah sejalan dengan beberapa aliran pendidikan modern yaitu termasuk dalam aliran pendidikan progresivisme. Aliran pendidikan progresivisme memandang pendidikan yang mengutamakan penyelenggaraan pendidikan di sekolah berpusat pada anak (child-centered), sebagai reaksi terhadap pelaksanaan pendidikan yang masih berpusat pada guru dan pada bahan ajar. Tujuan utama sekolah adalah untuk meningkatkan kecerdasan praktis, serta untuk membuat anak lebih efektif dalam memecahkan berbagai problem yang disajikan dalam konteks pengalaman (experience) pada umumnya (William F. O’neill, 1981).Tujuan pendidikan aliran progresivisme adalah melatih anak agar kelak dapat bekerja, bekerja secara sistematis, mencintai kerja, dan bekerja dengan otak dan hati. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan seharusnya dapat mengembangkan sepenuhnya bakat dan minat setiap anak. Kurikulum pendidikan progresif adalah kurikulum yang mengakomodasi pengalaman-pengalaman (atau kegiatan) belajar yang diminati oleh setiap siswa (experience curriculum). Sedangkan metode pendidikan progresif lebih berupa penyediaan lingkungan dan fasilitas yang memungkinkan berlangsungnya proses belajar secara bebas pada setiap anak untuk mengembangkan bakat dan minatnya (Mudyaharjo, 2001).Adapun model-model pembelajaran terpadu sebagaimana yang dikemukakan oleh Fogarty, R (1991 : 61– 65) yaitu sebanyak sepuluh model pembelajaran terpadu. Kesepuluh model pembelajaran terpadu tersebut adalah :1) the fragmented model ( Model Fragmen )2) the connected model ( Model Terhubung )3) the nested model ( Model Tersarang )4) the sequenced model ( Model Terurut )5) the shared model ( Model Terbagi )6) the webbed model ( Model Jaring Laba-Laba )7) the threaded model ( Model Pasang Benang )8) the integrated model ( Model Integrasi )9) the immersed model ( Model Terbenam ), dan10) the networked model ( Model Jaringan )Dari kesepuluh model pembelajaran terpadu di atas dipilih tiga model pembelajaran yang dipandang layak dan sesuai untuk dapat dikembangkan dan mudah dilaksanakan di pendidikan dasar (Prabowo, 2000:7). Ketiga model pembelajaran terpadu yang dimaksud adalah model terhubung (connected), model jaring laba-laba (webbed), model keterpaduan (integrated ).Berdasarkan karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing model pembelajaran tersebut, maka model pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model terhubung (the connected model), karena model terhubung ini penekanannya terletak pada perlu adanya integrasi inter bidang studi itu sendiri. Selain itu, Model terhubung ini juga secara nyata menghubungkan satu konsep dengan konsep lain, satu topik dengan topik lain, satu keterampilan dengan keterampilan lain, tugas yang dilakukan dalam satu hari dengan tugas yang dilakukan pada hari berikutnya, serta ide-ide yang dipelajari pada satu semester dengan semester berikutnya. Pemanfaatan penerapan model terhubung (connected) ini sangat relevan dengan konsep Cahaya (dalam fisika) dan konsep Sistem Indera pada manusia (dalam biologi), agar dapat terwujud pemampatan/ pengurangan waktu dalam pembelajaran pada konsep-konsep tersebut (Reduce Instructional Time). Hal ini terkait dengan upaya menghindari terjadinya penjejalan kurikulum dalam proses pembelajaran, sebagai akibat dari mengejar target kurikulum.Beberapa kelebihan dari model terhubung (connected) adalah sebagai berikut : (1) dampak positif dari mengaitkan ide-ide dalam satu bidang studi adalah siswa memperoleh gambaran yang luas sebagaimana suatu bidang studi yang terfokus pada suatu aspek tertentu. (2) siswa dapat mengembangkan konsep-konsep kunci secara terus menerus, sehingga terjadilah proses internalisasi. (3) menghubungkan ide-ide dalam suatu bidang studi sangat memungkinkan bagi siswa untuk mengkaji, mengkonseptualisasi, memperbaiki, serta mengasimilasi ide-ide secara terus menerus sehingga memudahkan untuk terjadinya proses transfer ide-ide dalam memecahkan masalah.Di samping mempunyai kelebihan, model terhubung ini juga mempunyai kekurangan sebagai berikut : (1) masih kelihatan terpisahnya antar bidang studi, (2) tidak mendorong guru untuk bekerja secara tim, sehingga isi dari pelajaran tetap saja terfokus tanpa merentangkan konsep-konsep serta ide-ide antar bidang studi, dan (3) dalam memadukan ide-ide dalam satu bidang studi, maka usaha untuk mengembangkan keterhubungan antar bidang studi menjadi terabaikan.Sintaks (pola urutan) dari model pembelajaran terpadu tipe connected (terhubung) menurut Prabowo (2000:11 – 14) sebagai berikut :1. Tahap Perencanaan :1.1. menentukan tujuan pembelajaran umum1.2. menentukan tujuan pembelajaran khusus2. Langkah-langkah yang ditempuh oleh guru :2.1. menyampaikan konsep pendukung yang harus dikuasai siswa.(materi prasyarat)2.2. menyampaikan konsep-konsep yang hendak dikuasai oleh siswa2.3. menyampaikan keterampilan proses yang dapat dikembangkan2.4. menyampaikan alat dan bahan yang akan digunakan / dibutuhkan2.5. menyampaikan pertanyaan kunci3. Tahap Pelaksanaan, meliputi :3.1. pengelolaan kelas; dengan membagi kelas kedalam beberapa kelompok3.2. kegiatan proses3.3. kegiatan pencatatan data3.4. diskusi secara klasikal4. Evaluasi, meliputi :4.1. evaluasi proses , berupa :- ketepatan hasil pengamatan- ketepatan dalam penyusunan alat dan bahan- ketepatan siswa saat menganalisis data4.2. evaluasi produk :- penguasaan siswa terhadap konsep-konsep / materi sesuai dengan tujuan pembelajaran khusus yang telah ditetapkan.4.3. evaluasi psikomotor :- kemampuan penguasaan siswa terhadap penggunaan alat ukur.

Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing

PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING

Ciri Penemuan terbimbingPembelajaran penemuan terbimbing merupakan salah satu bagian dari pembelajaran penemuan yang banyak melibatkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Dilihat dari segi kadar aktivitas interaksi antara guru dan siswa, dan antara siswa dengan siswa, maka penemuan terbimbing merupakan kombinasi antara pembelajaran langsung dan pembelajaran tidak langsung.Ada hubungan yang kuat antara kadar dominansi guru dengan kesiapan mental untuk menginternalisasi konsep-konsep, yaitu usia dan perkembangan mental siswa, dan hubungan antara pengetahuan awal dan konstruksi konsep IPA yang dimiliki siswa dengan kemampuan siswa untuk mengikuti pembelajaran penemuan, baik secara terbimbing maupun secara bebas.Siswa hanya dapat memahami konsep-konsep sains sesuai dengan kesiapan intelektualnya, semakin muda siswa yang dihadapi oleh guru, guru perlu lebih banyak menyajikan pengalaman kepada mereka untuk menggali pengetahuan awal dan membimbing mereka untuk membentuk konsep-konsep. Siswa yang lebih dewasa, membutuhkan lebih sedikit keterlibatan aktif guru karena mereka lebih banyak berinisiatif untuk bekerja dan guru akan berfungsi sebagai fasilitator, nara sumber, pendorong, dan pembimbing.Pembelajaran dengan penemuan, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Selain itu, dalam pembelajaran penemuan siswa juga belajar pemecahan masalah secara mandiri dan keterampilan-keterampilan berfikir, karena mereka harus menganalisis dan memanipulasi informasi (Slavin, 1994).Namun dalam proses penemuan ini siswa mendapat bantuan atau bimbingan dari guru agar mereka lebih terarah sehingga baik proses pelaksanaan pembelajaran maupun tujuan yang dicapai terlaksana dengan baik. Bimbingan guru yang dimaksud adalah memberikan bantuan agar siswa dapat memahami tujuan kegiatan yang dilakukan dan berupa arahan tentang prosedur kerja yang perlu dilakukan dalam kegiatan pembelajaran (Ratumanan, 2002).Beberapa keuntungan Pembelajaran penemuan terbimbing yaitu siswa belajar bagaimana belajar (learn how to learn), belajar menghargai diri sendiri, memotivasi diri dan lebih mudah untuk mentransfer, memperkecil atau menghindari menghafal dan siswa bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri (Carin, 1995b: 107).Pembelajaran penemuan terbimbing membuat siswa melek sains dan teknologi, dan dapat memecahkan masalah, karena mereka benar-benar diberi kesempatan berperan serta di dalam kegiatan sains sesuai dengan perkembangan intelektual mereka dengan bimbingan guru. Penemuan terbimbing yang dilakukan oleh siswa dapat mengarah pada terbentuknya kemampuan untuk melakukan penemuan bebas di kemudian hari (Carin, 1993b).Kegiatan pembelajaran penemuan terbimbing mempunyai persamaan dengan kegiatan pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan proses. Kegiatan pembelajaran penemuan terbimbing menekankan pada pengalaman belajar secara langsung melalui kegiatan penyelidikan, menemukan konsep dan kemudian menerapkan konsep yang telah diperoleh dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan kegiatan belajar yang berorientasi pada keterampilan proses menekankan pada pengalaman belajar langsung, keterlibatan siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran, dan penerapan konsep dalam kehidupan sehari-hari, dengan demikian bahwa penemuan terbimbing dengan keterampilan proses ada hubungan yang erat sebab kegiatan penyelidikan, menemukan konsep harus melalui keterampilan proses. Hal ini didukung oleh Carin (1993b: 105), “Guided discovery incorporates the best of what is known about science processes and product.” Penemuan terbimbing mamadukan yang terbaik dari apa yang diketahui siswa tentang produk dan proses sains.
Tahapan Pembelajaran Penemuan Terbimbing
Pembelajaran penemuan terbimbing dikembangkan berdasarkan pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip konstruktivis. Menurut prinsip ini siswa dilatih dan didorong untuk dapat belajar secara mandiri. Dengan kata lain, belajar secara konstruktivis lebih menekankan belajar berpusat pada siswa sedangkan peranan guru adalah membantu siswa menemukan fakta, konsep atau prinsip untuk diri mereka sendiri bukan memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan kelas.Konstruktivis adalah salah satu pilar dari Contextual Teaching and Learning, dimana siswa diharapkan membangun pemahaman oleh diri sendiri dari pengalaman-pengalaman baru berdasarkan pada pengalaman awal dan pemahaman yang mendalam dikembangkan melalui pengalaman-pengalaman belajar bermakna.Pembelajaran penemuan terbimbing mempunyai kesamaan dengan pembelajaran berdasarkan masalah dan inquiri yang juga penerapannya berdasarkan teori konstruktivis, maka penemuan terbimbing termasuk salah satu pembelajaran yang sesuai dengan Contextual Teaching and Learning (CTL).Menurut Sund (dalam Suryosubroto, 1996: 193), discovery merupakan bagian dari inquiri, atau inquiri merupakan perluasan proses discovery yang digunakan lebih mendalam. Discovery adalah proses mental dimana siswa mengasimilasi suatu konsep atau suatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolongkan, membuat simpulan dan sebagainya.Pembelajaran penemuan ada persamaannya dengan pembelajaran berdasarkan masalah.Menurut Ibrahim dan Nur (2000: 23), kedua model ini menekankan keterlibatan siswa secara aktif, orientasi induktif lebih ditekankan daripada deduktif, dan siswa mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Pembelajaran berdasarkan masalah (PBI) membantu siswa menjadi pebelajar yang mandiri dan otonom melalui bimbingan guru yang secara berulang-ulang mendorong dan mengarahkan siswa untuk mencari penyelesaian terhadap masalah nyata. Namun pembelajaran penemuan dan PBI berbeda dalam beberapa hal yang penting yaitu, pada penemuan terbimbing sebagian besar didasarkan pada pertanyaan-pertanyaan berdasarkan disiplin, dan penyelidikan siswa berlangsung di bawah bimbingan guru terbatas pada lingkungan kelas.Berbeda dengan pembelajaran penemuan terbimbing, pembelajaran berdasarkan masalah dimulai dengan masalah kehidupan nyata yang bermakna yang memberikan kesempatan kepada siswa dalam memilih dan melakukan penyelidikan yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut. Selain itu, karena masalah itu merupakan masalah kehidupan nyata, pemecahannya memerlukan penyelidikan antara disiplin (Arends, 1997).Tahap-tahap pembelajaran1. Orientasi siswa pada masalahGuru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang diberikan guru.2. Mengorganisasikan siswa dalam belajarGuru membantu siswa mendefenisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas yang berkaitan dengan masalah serta menyediakan alat.3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompokGuru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.4. Menyajikan / mempresentasikan hasil kegiatan. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model yang membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.5. Mengevaluasi kegiatanGuru membantu siswa untuk merefleksi pada penyelidikan dan proses penemuan yang digunakan.Sumber: (Ibrahim dan Nur, 2000: 13)Karena pembelajaran penemuan terbimbing merupakan pembelajaran penemuan dan bimbingan guru, dan ada persamaannya dengan pembelajaran berdasarkan masalah, oleh sebab itu dalam penelitian ini menggunakan tahapan dengan mengadaptasi dari tahapan PBI.Carin (1993a) memberikan petunjuk dalam merencanakan dan menyiapkan pembelajaran penemuan terbimbing sebagai berikut:1. Menentukan tujuan yang akan dipelajari oleh siswa.2. Memilih metode yang sesuai dengan kegiatan penemuan.3. Menentukan lembar pengamatan untuk siswa.4. Menyiapkan alat dan bahan secara lengkap.5. Menentukan dengan cermat apakah siswa akan bekerja secara individu atau secara kelompok yang terdiri dari 2,3 atau 4 siswa.6. Mencoba terlebih dahulu kegiatan yang akan dikerjakan oleh siswa untuk mengetahui kesulitan yang mungkin timbul atau kemungkinan untuk modifikasi.Selanjutnya, untuk mencapai tujuan di atas Carin (1993a) menyarankan hal-hal sebagai berikut:a. Memberikan bantuan agar siswa dapat memahami tujuan kegiatan yang dilakukan.b. Memeriksa bahwa semua siswa memahami tujuan kegiatan prosedur yang harus dilakukan.c. Sebelum kegiatan dilakukan menjelaskan pada siswa tentang cara bekerja yang aman.d. Mengamati setiap siswa selama mereka melakukan kegiatan.e. Memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk mengembalikan alat dan bahan yang digunakan.f. Melakukan diskusi tentang kesimpulan untuk setiap jenis kegiatan.

MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF YANG DIREKOMENDASIKAN DI SMP NASIONAL KPS

1. EXAMPLES NON EXAMPLES
Langkah-langkah :
a. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran
b. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP
c. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk memperhatikan/menganalisa gambar
d. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas
e. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya
f. Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai
g. Kesimpulan

2. PICTURE AND PICTURE
Langkah - Langkah :
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b. Menyajikan materi sebagai pengantar
c. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi
d. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/ mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis
e. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut
f. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai
g. Kesimpulan/rangkuman

3. NUMBERED HEAD TOGETHERS
Langkah-langkah :
a. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor
b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya
c. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya
d. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka
e. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain
f. Kesimpulan

4. COOPERATIVE SCRIPT
Skrip kooperatif : metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan
bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang dipelajari Langkah-langkah :
a. Guru membagi siswa untuk berpasangan
b. Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan c. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar
d. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya.
e. Sementara pendengar
f. Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap g. Membantu
mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya
h. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti diatas
i. Kesimpulan Siswa bersama-sama dengan Guru
j. Penutup

5. KEPALA BERNOMOR STRUKTUR
Langkah-langkah :
a. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor
b. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomor dan diberikan tugas yang berangkai Misalnya : siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya
c. Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka
d. Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang
lain
e. Kesimpulan

6. STUDENT TEAMS ACHIEVMENT DIVISION (STAD)
Langkah-langkah :
a. Membentuk kelompok yang anggotanya = 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll)
b. Guru menyajikan pelajaran
c. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok.
Anggotanya tahu menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
d. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu
e. Memberi evaluasi
f. Kesimpulan

7. JIGSAW (MODEL TIM AHLI)
Langkah-langkah :
a. Siswa dikelompokkan ke dalam kelompok 2 - 5 anggota tim
b. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda
c. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan
d. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama
bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka
e. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh
f. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi
g. Guru memberi evaluasi
h. Penutup

8. PROBLEM BASED INTRODUCTION (PBI)
Langkah-langkah :
a. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
b. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
c. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
d. Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya
e. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan
f. Penutup

9. ARTIKULASI
Langkah-langkah :
a. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
b. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa
c. Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang
d. Suruhlan seorang dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya
e. Suruh siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya. Sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya
f. Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa
g. Kesimpulan/penutup

10. MIND MAPPING
Langkah-langkah :
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b. Guru mengemukakan konsep/permasalahan yang akan ditanggapi oleh siswa/sebaiknya permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban
c. Membentuk kelompok yang anggotanya 2-3 orang
d. Tiap kelompok menginventarisasi/mencatat alternatif jawaban hasil diskusi
e. Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil diskusinya dan guru mencatat di papan dan mengelompokkan sesuai kebutuhan guru
f. Dari data-data di papan siswa diminta membuat kesimpulan atau guru memberi bandingan sesuai konsep yang disediakan guru

11. MAKE A MATCH
Langkah-langkah :
a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik
yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban
b. Setiap siswa mendapat satu buah kartu
c. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang
d. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban)
e. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
f. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya
g. Demikian seterusnya
h. Kesimpulan/penutup

12. THINK PAIR AND SHARE
Langkah-langkah :
a. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai
b. Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru
c. Siswa diminta berpasangan dengan teman
sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing
d. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya
e. Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diuangkapkan para siswa
f. Guru memberi kesimpulan
g. Penutup

13. DEBATE
Langkah-langkah :
a. Guru membagi 2 kelompok peserta debat yang satu pro dan yg lainnya
kontra
b. Guru memberikan tugas untuk membaca materiyang akan didebatkan oleh kedua kelompok diatas
c. Setelah selesai membaca materi. Guru menunjuk salah satu anggotanya kelompok pro untuk berbicara saat itu ditanggapi atau
dibalas oleh kelompok kontra demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa bisa mengemukakan pendapatnya.
d. Sementara siswa menyampaikan gagasannya guru menulis inti/ide-ide dari setiap pembicaraan di papan tulis. Sampai sejumlah ide yang diharapkan guru terpenuhi
e. Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkap
f. Dari data-data di papan tersebut, guru mengajak siswa membuat kesimpulan/rangkuman

14. ROLE PLAYING
Langkahlangkah :
a. Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan
b. Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dua hari sebelum kbm
c. Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang
d. Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai
e. Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan
f. Masing-masing siswa duduk di kelompoknya, masing-masing sambil memperhatikan mengamati skenario yang sedang diperagakan
g. Setelah selesai dipentaskan, masing-masing siswa diberikan kertas sebagai lembar kerja untuk membahas
h. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya
i. Guru memberikan kesimpulan secara umum
j. Evaluasi
k. Penutup

15. GROUP INVESTIGATION
Langkah-langkah :
a. Guru menyiapkan sebuah tongkat
b. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi pada pegangannya/paketnya
c. Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya mempersilahkan siswa untuk menutup bukunya
d. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru
e. Guru memberikan kesimpulan
f. Evaluasi
g. Penutup

16. TALK STIK
Langkah-langkah :
a. Guru menyiapkan sebuah tongkat
b. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi pada pegangannya/paketnya
c. Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya mempersilahkan siswa untuk menutup bukunya
d. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru
e. Guru memberikan kesimpulan
f. Evaluasi
g. Penutup

17. BERTUKAR PASANGAN
Langkah-langkah :
a. Setiap siswa mendapat satu pasangan (guru biasa menunjukkan pasangannya atau
siswa menunjukkan pasangannya
b. Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya
c. Setelah selesai setiap pasangan bergabungdengan satu pasangan yang lain
d. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan masing-masing pasangan yang baru ini saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka
e. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula
f. Penutup

18. SNOWBALL THROWING
Langkah-langkah :
a. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan
b. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi
c. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya
d. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok
e. Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama ± 15 menit
f. Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian
g. Evaluasi
h. Penutup

19. STUDENT FACILITATOR AND EXPAINING
Langkah-langkah :
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi
c. Memberikan kesempatan siswa/peserta untuk menjelaskan kepada peserta untuk menjelaskan kepada peserta lainnya baik melalui bagan/peta konsep maupun yang lainnya
d. Guru menyimpulkan ide/pendapat dari siswa e. Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu
f. Penutup

20. COURSE REVIEW HORAY
Langkah-langkah :
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi
c. Memberikan kesempatan siswa tanya jawab
d. Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9/16/25 sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan seler masingmasing
siswa
e. Guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan guru dan langsung didiskusikan, kalau benar diisi tanda benar (Ö) dan salan diisi tanda silang (x)
f. Siswa yang sudah mendapat tanda Ö vertikal atau horisontal, atau diagonal harus berteriak horay … atau yel-yel lainnya
g. Nilai siswa dihitung dari jawaban benar jumlah horay yang diperoleh
h. Penutup

21. EXPLISIT INTRUCTION (PEMBELAJARAN LANGSUNG)
Pembelajaran langsung khusus dirancang untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan proseduran dan pengetahuan deklaratif yang dapat diajarkan Langkah-langkah :
a. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
b. Mendemonstrasikan pengetahuan dan ketrampilan
c. Membimbing pelatihan
d. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
e. Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan

22. INSIDE OUTSIDE CIRCLE (LINGKARAN KECIL-LINGKARAN BESAR)
Langkah-langkah :
a. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara heterogen
b. Guru memberikan wacana/kliping sesuai
dengan topik pembelajaran
c. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi
tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas
d. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok
e. Guru membuat kesimpulan bersama
f. Penutup

23. COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC)
Langkah-langkah :
a. Membentuk
kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara heterogen
b. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik
pembelajaran
c. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap
wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas
d. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok
e. Guru membuat
kesimpulan bersama f. Penutup